(Gambar: Sketsa Imam
Hussain as dan kudanya yang bernama Zuljannah di Karbala). Sumber: Karbala and Beyond, Yasin T.
Jibouri, halaman 86.
Allahumma shalli ‘ala
Muhammad wa Ali Muhammad. “Salam bagi rambut putih yang dicelup darah. Salam
bagi paras yang tertutup debu-debu tanah. Salam bagi tubuh yang dijarah. Salam
bagi lisan yang dihantam ujung pedang. Salam bagi kepala yang terhunus di tombak
pancang. Salam bagi tubuh-tubuh yang dibiarkan tergeletak di padang gersang.
Salam bagi dia yang berselimutkan tetes darah. Salam bagi dia yang dihancurkan
kehormatannya. Salam bagi dia, yang kelima dari Ashabil Kisa. Salam bagi dia,
penghulu para syuhada. Salam bagi dia, yang terasing dari semua yang terasing.
Salam bagi dia, penentang musuh zalim. Salam bagi dia, yang didekap tanah
Karbala. Salam bagi dia, yang menangis malaikat karenanya. Salam bagimu Ya Aba
‘Abdillah al Husain”.
Ketika satu persatu
pahlawan Islam itu gugur, dan sejarah mencatatkan kesetiaan dan pengorbanan
mereka dengan teladan yang sempurna, keluarga Rasulullah Saw yang tersisa
meniti perjalanan menuju istana penguasa. Sebelum Imam Hussain syahid, setelah
bertempur dan bersimbah darah, ia kembali ke tendanya. Memegang tangan kanan
Imam Ali Zainal Abidin as Sajjad yang terbaring sakit, menekannya ke dadanya
dan mengajarkannya doa. Sebuah hadiah terakhir. Persiapan bagi lautan musibah dan
bencana yang akan dihadapi Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Imam Hussain
(as) pun melepas keluarganya dan menjemput syahadah.
Ketika Imam Hussain (as) tersungkur dan jatuh, Zuljannah berjalan mengitarinya, melindungi junjungannya dari serangan musuh yang datang. Ia mengusap kepala Imam yang bersimbah darah dengan kepalanya. Di saat seperti itu, Ibn Sa’ad berteriak lantang: “Tangkap kuda itu! Itu salah satu kuda Rasulullah!” Puluhan orang merangsek mendekati Zuljannah, tapi ia dengan tangkas mengibaskan kaki dan ekornya, bergeliat begitu perkasa, sehingga beberapa orang dan kuda-kuda yang lain jatuh binasa. Ibn Sa’ad kemudian berkata: “Biarkan dia...kita lihat apa yang mau dilakukannya...” Merasa aman, kuda itu kembali menemui Imam Hussain as, mengusap dan menghirup darah yang mengalir dari kepala Imam. Ia melengking dengan keras. Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia berlari ke arah tenda perempuan dan anak-anak. Konon, setelah itu, Zuljannah tak pernah terlihat lagi...
Di padang Karbala, Al-Hussain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur. Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab sa, sekelompok musuh mendekati Imam Hussain (as) yang tengah terbaring. Imam Hussain (as) berkata ke arah Umar bin Sa’ad: “Hai Umar, apakah Abu Abdillah mesti dibunuh dan engkau menyaksikannya?” Imam Hussain (as) memalingkan wajahnya. Airmata membasahi janggutnya. Sayyidah Zainab menjerit: “Tidakkah ada seorang muslim di antara kalian?” Mereka tidak memedulikannya. Kemudian Umar bin Sa’ad berteriak: “Habisi dia!” Syimr bin Zil Jausyan yang pertama menaatinya. Ia menendang Imam Hussain (as) dengan kakinya. Duduk di atas pundaknya. Mencengkeram dengan kencang janggut sucinya. Menusuknya dengan duabelas tikaman. Kemudian ia menebas dan memisahkan kepala suci itu dari jasadnya...
Orang-orang keji itu kini mengerumuni jasad suci tanpa kepala. Ishaq bin Hawayh menarik paksa jubahnya. Akhnas bin Murtsid bin Alqamah al-Hadhrami mengambil serbannya. Aswad bin Khalid melepaskan sandalnya. Jami’ bin Khalq al-Awdi dan seorang dari Bani Tamim bernama Aswad bin Khanzalah mengambil pedangnya.
Datanglah Bajdal. Ia melihat ada cincin yang diselimuti darah merah di tangan Imam. Ia memotong jari Imam Hussain (as), mengambil cincin itu. Qays bin al-Asy’ats menjarah pelana tempat duduk Imam Hussain (as) yang terlepas dari Zuljanah. Sobekan-sobekan pakaian Imam diambil paksa oleh Ja’unah bin Hawiyah. Busur panah dan baju luarnya direnggut oleh Rahil bin Khaytsamah, Hani bin Syahib al-Hadhrami dan Jarar bin Mas’ud al-Hadhrami. Ada orang yang hendak mengambil apa yang tersisa dari baju yang melekat pada tubuh Imam. Konon, ia tidak dapat melakukannya. Tangan Imam terasa berat menghalanginya. Ia tebas tangan kanannya. Tangan kiri Imam Hussain (as) menghalanginya. Ia potong juga tangan kiri Imam itu. Ketika ia hendak melepaskan yang tersisa dari pakaian di tubuh Imam, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh yang mengguncang bumi.
Ketika Imam Hussain (as) tersungkur dan jatuh, Zuljannah berjalan mengitarinya, melindungi junjungannya dari serangan musuh yang datang. Ia mengusap kepala Imam yang bersimbah darah dengan kepalanya. Di saat seperti itu, Ibn Sa’ad berteriak lantang: “Tangkap kuda itu! Itu salah satu kuda Rasulullah!” Puluhan orang merangsek mendekati Zuljannah, tapi ia dengan tangkas mengibaskan kaki dan ekornya, bergeliat begitu perkasa, sehingga beberapa orang dan kuda-kuda yang lain jatuh binasa. Ibn Sa’ad kemudian berkata: “Biarkan dia...kita lihat apa yang mau dilakukannya...” Merasa aman, kuda itu kembali menemui Imam Hussain as, mengusap dan menghirup darah yang mengalir dari kepala Imam. Ia melengking dengan keras. Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia berlari ke arah tenda perempuan dan anak-anak. Konon, setelah itu, Zuljannah tak pernah terlihat lagi...
Di padang Karbala, Al-Hussain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur. Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab sa, sekelompok musuh mendekati Imam Hussain (as) yang tengah terbaring. Imam Hussain (as) berkata ke arah Umar bin Sa’ad: “Hai Umar, apakah Abu Abdillah mesti dibunuh dan engkau menyaksikannya?” Imam Hussain (as) memalingkan wajahnya. Airmata membasahi janggutnya. Sayyidah Zainab menjerit: “Tidakkah ada seorang muslim di antara kalian?” Mereka tidak memedulikannya. Kemudian Umar bin Sa’ad berteriak: “Habisi dia!” Syimr bin Zil Jausyan yang pertama menaatinya. Ia menendang Imam Hussain (as) dengan kakinya. Duduk di atas pundaknya. Mencengkeram dengan kencang janggut sucinya. Menusuknya dengan duabelas tikaman. Kemudian ia menebas dan memisahkan kepala suci itu dari jasadnya...
Orang-orang keji itu kini mengerumuni jasad suci tanpa kepala. Ishaq bin Hawayh menarik paksa jubahnya. Akhnas bin Murtsid bin Alqamah al-Hadhrami mengambil serbannya. Aswad bin Khalid melepaskan sandalnya. Jami’ bin Khalq al-Awdi dan seorang dari Bani Tamim bernama Aswad bin Khanzalah mengambil pedangnya.
Datanglah Bajdal. Ia melihat ada cincin yang diselimuti darah merah di tangan Imam. Ia memotong jari Imam Hussain (as), mengambil cincin itu. Qays bin al-Asy’ats menjarah pelana tempat duduk Imam Hussain (as) yang terlepas dari Zuljanah. Sobekan-sobekan pakaian Imam diambil paksa oleh Ja’unah bin Hawiyah. Busur panah dan baju luarnya direnggut oleh Rahil bin Khaytsamah, Hani bin Syahib al-Hadhrami dan Jarar bin Mas’ud al-Hadhrami. Ada orang yang hendak mengambil apa yang tersisa dari baju yang melekat pada tubuh Imam. Konon, ia tidak dapat melakukannya. Tangan Imam terasa berat menghalanginya. Ia tebas tangan kanannya. Tangan kiri Imam Hussain (as) menghalanginya. Ia potong juga tangan kiri Imam itu. Ketika ia hendak melepaskan yang tersisa dari pakaian di tubuh Imam, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh yang mengguncang bumi.
Assalamo Alaikom. Alhamdu-Lillah, the Almighty helped me write two books about Imam al-Hussain (as): KERBALA AND BEYOND: AN EPIC OF IMMORTAL HEROISM and THE MASTER OF MARTYRS. Both are available to order ONLINE via Amazon (www.amazon.com). My name is Yasin T. al-Jibouri. Wassalamo Alaikom.
BalasHapus