Hak cipta ©Sulaiman Djaya
Pertempuran antara para
pemuda kota Ramad yang dikomadani oleh Ghasim dengan pasukan Siis yang terkenal
bengis dan brutal itu terus berlangsung dengan gigih dan seru, bagai tak kenal
lelah satu sama lainnya hingga tak menyempatkan diri mereka untuk melakukan
jeda barang sejenak saja. Di saat para pemuda kota Ramad yang dipimpin Ghasim itu
terus menghujani pasukan Siis dengan batu, panah, dan apa saja yang dapat
mereka lemparkan ke arah lawan-lawan mereka, pasukan Siis yang sebagian
menunggangi gajah-gajah raksasa itu terus merangsek dan berusaha memadamkan
benteng api yang menghalangi mereka untuk memasuki kota Ramad yang
dipertahankan oleh para penduduknya dengan gigih tersebut.
Sungguh pertempuran itu
adalah pertempuran yang dapat dibilang sebagai perang kesumat antara dua kubu,
di mana kubu yang satu berusaha menyerang tak ubahnya satu tim atau kesebelasan
sepakbola yang sangat agressif berusaha memasukkan bola ke gawang lawannya,
sementara kubu yang lainnya berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan
dirinya, yang juga tak ubahnya satu tim atau satu kesebelasan sepak-bola yang
merasa kewalahan menahan laju pergerakan tim yang menjadi lawannya, yang terus
menyerang mereka itu.
Pada saat itu, sebagian
pasukan pemanah di kubu pasukan Siis mulai menghujani para pemuda kota Ramad
yang dipimpin Ghasim itu dengan anak-anak panah mereka, dan kala itu pulalah
sejumlah pemuda Ramad mulai tersungkur, dan nyala api benteng api pertahanan
mereka tak lagi menyala dengan besar. Benteng api yang menghalangi pasukan Siis
itu tampak akan segera padam, dan memang tak berapa lama setelah pasukan Siis
itu meluncurkan anak-anak panah mereka, benteng api yang dibuat para pemuda
Ramad itu pun mulai padam, dan sejumlah pasukan Siis mulai berhasil menembus
benteng api tersebut.
Namun, persis pada saat
itulah, sejumlah pasukan burung-burung besar tiba-tiba telah berada di atas
pasukan Siis sehingga seakan-akan tempat alias medan pertempuran tersebut menjadi
gelap, dan burung-burung besar tersebut menghujani batu-batu yang dipegang
cakar mereka ke arah pasukan Siis, sementara para penunggangnya menghujani
pasukaan Siis dengan panah-panah mereka.
Bukan kepalang gembiranya
Ghasim dan para pemuda di kota Ramad yang masih tersisa dengan datangnya
bantuan yang tak mereka duga itu. Dengan kedatangan pasukan khusus dari negeri
Farsa dan Lubnan yang dipimpin dan dikomandoi oleh Ilias itu, pasukan Siis pun
kalang-kabut, berguguran, gajah-gajah mereka yang besar itu tersungkur hingga
membuat para penunggangnya tewas, dan yang masih tersisa dari mereka pun melarikan
diri agar dapat menyelamatkan nyawa dan tubuh mereka.
Setelah berhasil membuat
kalang-kabut garnisun alias rombongan pertama pasukan Siis itu, burung-burung
besar itu mendaratkan dirinya di bumi, dan pada saat itu pula para
penunggangnya menginjakkan kakinya di tanah, di mana pada saat itu, mereka
turut membantu para korban, memperbaiki yang rusak, mengobati yang terluka, dan
melakukan apa saja yang dapat mereka lakukan saat itu.
Mereka tak berusaha
mengejar pasukan Siis yang melarikan diri, karena mereka mematuhi perintah
Ilias, agar pasukan Siis yang kabur dan melarikan diri itu dapat mengabarkan
nasib kawan-kawannya kepada pasukan Siis lainnya di negeri Najdor, bahwa upaya
untuk menaklukkan dan menguasai negeri Suryan tak semudah yang mereka bayangkan
dan tak segampang yang mereka harapkan. Dengan strategi membiarkan mereka yang
melarikan diri itu pula Ilias sebenarnya berusaha menanamkan rasa takut dan
gentar kepada para musuh yang berusaha melakukan kejahatan dan mereka yang
berusaha menjajah negeri lain tanpa hak.
Tentu saja, Ilias juga
sadar bahwa garniusn lainnya dari pasukan Siis yang jauh lebih kuat dan dengan
persenjataan yang lebih canggih akan kembali menyerang negeri Suryan, mengingat
ia juga tahu bahwa pasukan Siis itu hanyalah pion sejumlah negeri yang
membiayai dan mempersenjatai mereka, yaitu negeri Amarik, negeri Asrail, negeri
Angland, negeri Najdan dan sejumlah negeri dan pemimpin yang menjadi koalisi
mereka. Dan karena itulah Ilias berusaha meyakinkan para pemuda Ramad agar
mempersiapkan diri bagi kemungkinan datangnya serangan yang lebih hebat dibanding
yang terjadi pada hari itu.
Kepada para pemuda di kota
Ramad itu Ilias juga mengatakan bahwa mulai saat itu ia dan sejumlah pasukannya
akan melatih mereka sejumlah kecakapan, keterampilan, dan kemampuan militer,
yang nantinya akan dipilihlah yang terbaik diantara mereka sebagai pemimpin dan
komandan mereka, sehingga di masa depan mereka dapat mempertahankan diri mereka
tanpa bantuan orang lain, dengan kekuatan mereka sendiri, meski tentu saja
Ilias dan pasukannya tetap akan membantu mereka jika memang pada kenyataannya
masih dibutuhkan dan diperlukan. (Bersambung)