oleh Ir. Soekarno (Presiden Pertama Indonesia)
Foto: Ir. Soekarno dan Josip
Broz Tito (Presiden Yugoslavia)
Tuan-tuan Hakim yang
terhormat!
Di dalam aksi kami
sering-sering kedengaran kata-kata “kapitalisme” dan “imperialisme”. Di dalam
proses ini, dua perkataan ini pun menjadi penyelidikan. Kami antara lain
dituduh memaksudkan bangsa Belanda dan bangsa asing lain, kalau umpamanya kami
berkata “kapitalisme harus dilenyapkan”. Kami dituduh membahayakan pemerintah
kalau kami berseru “rubuhkanlah imperialisme”. Ya, kami dituduh berkata bahwa
kpitalisme = bangsa Belanda serta bangsa asing lain, dan bahwa imperialisme =
pemerintah yang sekarang!
Adakah bisa jadi benar
tuduhan ini? Tuduhan ini tidak bisa jadi benar. Kami tidak pernah mengatakan,
bahwa kapitalisme = bangsa asing, tidak pernah mengatakan bahwa imperialisme =
pemerintah. Kami pun tidak pernah memaksudkan bangsa asing kalau berkata; kapitalisme,
tidak pernah memaksudkan pemerintah atau ketertiban umum atau apa saja kalau
kami berkata imperialisme. Kami memaksudkan kapitalisme kalau kami berkata
kapitalisme; kami memaksudkan imperialisme kalau kami berkata imperialisme!
Maka apakah artinya
kapitalisme? Tuan-tuan Hakim, di dalam pemeriksaan sudah kami katakan,
Kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang
memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Kapitalisme timbul dari cara
produksi, yang oleh karenanya, menjadi sebabnya nilai-lebih[1]
tidak jatuh di dalam tangan kaum buruh melainkan jatuh di dalam tangan kaum
majikan. Kapitalisme, oleh karenanya pula, menyebabkan akumulasi kapital,
konsentrasi kapital, sentralisasi kapital, dan industrielle reserve-armée[2].
Kapitalisme mempunyai arah kepada Verelendung[3]
(baca: pemelaratan).
Haruskah kami di dalam
pidato ini masih lebih lebar lagi menguraikan, bahwa kapitalisme itu bukan
suatu badan, bukan manusia, bukan suatu bangsa, –tetapi ialah suatu faham,
suatu pengertian, suatu sistem? Haruskah kami menunjukkan lebih lanjut, bahwa
kapitalisme itu ialah sistem cara produksi, sebagai yang kami telah terangkan
dengan singkat itu? Ah, Tuan-tuan Hakim, kami rasa tidak. Sebab tidak ada satu
intelektuil yang tidak mengetahui artinya kata itu. Tidak ada satu hal di dunia
ini, yang sudah begitu banyak diselidiki dari kanan-kiri, luar dalam, sebagai
kapitalisme itu. Tidak ada satu hal di dunia ini, yang begitu luas
perpustakaannya, sebagai kapitalisme itu, –hingga berpuluh-uluh jilid,
berpuluh-puluh ribu studi dan buku-buku standar dan brosur-brosur tentang itu.
Tetapi apa arti perkataan
imperialisme? Imperialisme juga suatu faham, imperialisme juga suatu
pengertian. Ia bukan sebagai yang dituduhkan kepada kami itu. Ia bukan
ambtenaar binnelandsch bestuur[4], bukan pemerintah, bukan gezag[5], bukan badan apapun jua. Ia adalah
suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau
negeri, –suatu sistem merajai atau mengendalikan ekonomi atau negeri bangsa
lain. Ini adalah suatu “kejadian” di dalam pergaulan hidup, yang timbulnya
ialah oleh keharusan-keharusan di dalam ekonomi sesuatu negeri atau sesuatu
bangsa. Selama ada “ekonomi bangsa”, selama ada “ekonomi negeri”, selama itu
dunia melihat imperialisme. Ia kita dapatkan dalam nafsu burung Garuda Rum (Bizantium)
terbang ke mana-mana, menaklukkan negeri-negeri sekeliling dan di luar Lautan
Tengah.
Ia kita dapatkan di dalam
nafsu bangsa Spanyol menuduki negeri Belanda untuk bisa mengalahkan Inggris, ia
kita dapatkan di dalam nafsu kerajaan Timur Sriwijaya menaklukkan negeri
semenanjung Malaka, menaklukkan kerajaan Melayu, mempengaruhi rumah tangga
negeri Kamboja atau Campa. Ia kita dapatkan di dalam nafsu negeri Majapahit
menaklukkan dan mempengaruhi semua kepulauan Indonesia, dari Bali sampai
Kalimantan, dari Sumatera sampai Maluku. Ia kita dapatkan di dalam nafsu
kerajaan Jepang menduduki semenanjung Korea, mempengaruhi negeri Mancuria,
menguasai pulau-pulau di Lautan Teduh.
Imperialisme terdapat di semua
zaman “perekonomian bangsa”, terdapat pada semua bangsa yang ekonominya sudah
butuh pada imperialisme itu. Bukan pada bangsa kulit putih saja ada
imperialisme; tapi juga pada bangsa kulit kuning, juga pada bangsa kulit hitam,
juga pada bangsa kulit merah sawo sebagai kami, –sebagai terbukti di zaman
Sriwijaya dan zaman Majapahit; imperialisme adalah suatu “economische
gedetermineerde noodwendigheid”, suatu keharusan yang ditentukan oleh rendah
tingginya ekonomi sesuatu pergaulan hidup, yang tak memandang bulu.
Dan sebagai yang tadi kami
katakan, –imperialisme bukan saja sistem atau nafsu menaklukkan negeri dan
bangsa lain, tapi imperialisme juga hanya nafsu atau sistem mempengaruhi
ekonomi negeri dan bangsa lain! Ia tak usah dijalankan dengan pedang atau bedil
atau meriam atau kapal perang, tak usah berupa “pengluasan negeri-daerah dengan
kekerasan senjata” sebagai yang diartikan oleh van Kol[6] (Seorang anggota parlemen Belanda) –tetapi ia bisa juga berjalan
hanya dengan “putar lidah” atau cara “halus-halusan” saja, bisa juga berjalan
dengan cara “pénétration pacifique”.
Terutama dalam sifatnya
mempengaruhi rumah tangga bangsa lain, imperialisme zaman sekarang sama
berbuahkan “negeri-negeri mandat” alias “mandaatgebieden”, daerah-daerah
pengaruh” alias “invloedssferen” dan lain-lain sebagainya, sedang di dalam
sifatnya menaklukkan negeri orang lain, imperialisme itu berbuah negeri
jajahan, –koloniaal-bezit.
Catatan
[1]Nilai lebih (merrwarde): kelebihan hasil yang diterima majikan,
dari produksi kaum buruh.
[2] industrielle reserve-armée: barisan penganggur
[3] Verelendung: Memelaratkan kaum buruh.
[4] ambtenaar BB (binnelandsch bestuur): pegawai pamong praja kolonial belanda
[5] Gezag: kekuasaan.
[6] Van Kol Henri Hubert (1852-1925) , seorang sosialis yang turut mendirikan Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) dan pernah menjadi Menteri Jajahan. Kata-kata ini diucapkan Van Kol dalam sidang Tweede Kamer, 22 November 1901.
[2] industrielle reserve-armée: barisan penganggur
[3] Verelendung: Memelaratkan kaum buruh.
[4] ambtenaar BB (binnelandsch bestuur): pegawai pamong praja kolonial belanda
[5] Gezag: kekuasaan.
[6] Van Kol Henri Hubert (1852-1925) , seorang sosialis yang turut mendirikan Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) dan pernah menjadi Menteri Jajahan. Kata-kata ini diucapkan Van Kol dalam sidang Tweede Kamer, 22 November 1901.
Sumber: Risalah “Indonesia Menggugat”, yaitu
Pidato Pembelaan Bung Karno di depan pengadilan kolonial (landraad) di Bandung,
1930.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar