Hak cipta ©Sulaiman Djaya
Sementara pasukan khusus
berkuda yang dilatihnya tengah menempuh perjalanan panjang mereka menuju negeri
Suryan dengan harus melewati Gunung Damawand, negeri Rika dan kawasan-kawasan
lainnya, Jenderal Roshtam mempersipkan diri untuk berangkat ke negeri Suryan,
dan ia sengaja tidak mengatakan rencananya tersebut kepada para prajurit
pilihannya demi pendidikan dan ujian tentang loyalitas.
Sebagai seorang Jenderal
dan ahli strategi perang yang jenius dan berdedikasi, Jenderal Roshtam adalah
tipikal seorang Jenderal yang senantiasa turun di medan peperangan, entah
secara rahasia atau diketahui para prajurit dan kolega-koleganya. Selain memiliki
wibawa yang besar dan kharismatik, Jenderal Roshtam juga dikenal sebagai lelaki
yang berani sekaligus sabar, rendah-hati, dan sederhana. Kualitas-kualitas
dirinya itulah yang membuat Raja Najad di negeri Farsa mempercayai
masalah-masalah ketahanan negeri dan hubungan negeri Farsa dengan negeri-negeri
lain kepadanya.
Sejak datangnya utusan
khusus Ilias kepadanya itu, Jenderal Roshtam maphum bahwa anak didik
kesayangannya itu tengah menghadapi bahaya yang cukup besar, di saat Ilias baru
pertama-kali terjun dalam medan pertempuran yang sesungguhnya, dan karena itu
ia memutuskan untuk memantau langsung medan pertempuran di negeri Suryan
tersebut, meski tak mesti menyatakan niatnya tersebut kepada Ilias yang
didapuknya menjadi seorang Jenderal.
Saat itu, setelah
mengenakan pakaian khusus terbaiknya, ia pun menuju ke tempat rahasia yang
hanya ia ketahui sendiri, ke tempat burung besar Dagaru kesayangannya berada,
yaitu di lembah Wantan yang cukup jauh dari ibukota negeri Farsa, dengan
mengendarai kuda. Ia lesatkan kuda kesayangannya demi mendatangi lembah Wantan
di mana burung tunggangannya itu berada, dan tak butuh waktu lama, ia pun telah
sampai di lembah Wantan, dan segera ia menuju sebuah gua rahasia tempat burung
Dagaru, yang kebetulan tengah beristirahat di saat kedatangannya itu.
Menyadari kedatangan
sahabatnya itu, si burung Dagaru pun segera bangun dan menggerak-gerakkan sepasang
sayapnya yang sangat lebar dan besar, hingga menghempaskan gerakan angin yang
terasa menghantam ke tubuh Jenderal Roshtam. Ia telah paham bahwa kedatangan
Jenderal Roshtam itu menandakan sebuah situasi khusus yang membutuhkan bantuan
dan keterlibatan dirinya sebagai seorang sahabat.
Tanpa harus menunggu
perintah Jenderal Roshtam, ia pun segera merebahkan dan merendahkan diri agar
Jenderal Roshtam dapat segera naik dan duduk di lehernya, dan setelah Jenderal
Roshtam naik serta duduk di lehernya sembari berpegangan erat itu, ia pun
segera mengepakkan sepasang sayapnya dan melesat cepat menuju arah langit yang
tampak tidak terlalu panas saat itu.
Mirip sebuah pesawat tempur
modern saat ini, si burung besar Dagaru itu pun tampak lebih mirip meluncur
ketimbang terbang, karena kecepatan gerakan sepasang sayapnya. Bahkan sesekali
ia tetap melesat, meski ia tak mengepakkan sepasang sayapnya yang perkasa dan
seakan tak kenal letih itu.
Mereka terbang melintasi
hutan-hutan, samudra, gunung-gunung, dan lembah-lembah di bawah mereka yang
tampak seperti lukisan di mata mereka yang berada di atas, di antara gugusan
awan dan mega itu. Dan tentu saja, perjalanan mereka itu lebih cepat daripada
perjalanan sepuluh pasukan khusus berkuda yang diutus Jenderal Roshtam.
Dengan mengendarai si
burung Dagaru itu, Jenderal Roshtam tentu juga dapat menghemat 100 kali lipat
rute yang harus ditempuh sepuluh pasukan khusus berkuda yang dikirimnya ke
negeri Suryan itu. Namun entah kenapa, mereka memutuskan untuk singgah ke
negeri Rimela dalam perjalanan mereka tersebut, sebuah negeri di mana ibunda
Jenderal Roshtam berasal meski ayahnya adalah orang Farsa.
Ternyata memang maksud
singgahnya mereka ke negeri Rimela, tepatnya di desa Mazan itu, Jenderal
Roshtam memang berniat mengunjungi ibundanya yang masih hidup meski usianya
telah mencapai 90 tahun lebih, dan usia dirinya 50 tahun lebih, sementara
ayahnya telah tiada beberapa tahun lalu.
Di sebuah tepi sungai Lina
itu, si burung Dagaru pun mendarat, dan tak jauh dari tepi sungai Lina itu
terdapat sebuah rumah yang tampak bersahaja meski tak buruk, yang agak sedikit
menjauh dari sejumlah rumah dan hunian yang berkerumun dan berbaris di desa
itu. Tanpa ditemani si burung Dagaru yang dimintanya untuk menunggu di dekat
sebuah pohon besar di tepi sungai Lina itu, Jenderal Roshtam pun berjalan
menuju rumah ibundanya tersebut.
Itulah sebuah rumah di
mana dulu Jenderal Roshtam dilahirkan dan menghabiskan masa kanak-kanak dan
remajanya, sebelum keluarganya pindah ke negeri Farsa atas keinginan ayahnya
setelah seorang penguasa negeri Farsa kala itu, yaitu Radim Khan, meminta
ayahnya menjadi seorang perdana menteri di negeri Farsa. Hanya saja, setelah
ayahnya meninggal, ibunda Jenderal Roshtam memutuskan untuk kembali ke negeri
Rimela karena terluka dengan kewafatan suaminya yang baginya terlalu cepat,
meninggal dalam sebuah pertempuran kolosal melawan bangsa Loghom yang bengis
dan kejam, yang kala itu menyerang negeri Farsa tanpa diduga sebelumnya. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar