Hak Cipta ©Sulaiman Djaya
“Sekarang engkau dan
Dardan telah menjadi sahabat satu sama lain,” ujar Zipora kepada Siswi Karina
yang saat itu bersama Dardan berada di hadapan Zipora yang sudah mulai tampak
menua, namun tentu saja yang aneh dan ajaib adalah justru Dardan itu sendiri
yang usianya telah mencapai 300 tahun tapi tetapi kuat, tangkas, gagah, dan
perkasa sebagai seekor kuda perang yang telah melayani dua generasi.
“Tentu saja keakraban kami
berdua berkat restumu, Zipora,” ujar Siswi Karina. “Dulu, sewaktu peperangan
pertama terjadi di negeri ini,” demikian kenang Zipora, “Dardan lah yang telah
menyelamatkan kami, aku, Ilias, Hagar, dan Sophia, setelah Zacharias gugur. Ketika
itu sejumlah prajurit mengepung rumah kami, dan tanpa kami duga, Dardan
menerjang para prajurit tersebut dengan amukannya, tanpa kami tahu dari arah
mana dia datang. Ternyata dia menjalankan perintah Zacharias yang ia tinggalkan
dalam keadaan sekarat sebelum akhirnya ayah anak-anakku itu menghembuskan nafas
terakhirnya. Dan ketika sejumlah prajurit lain datang dengan maksud membakar
rumah kami, pada saat itulah Misyaila datang dengan pasukan para burungnya dan
menghempaskan para prajurit yang hendak menyerang rumah kami itu dengan
menggunakan tongkat ajaib di tangannya.”
Dalam peristiwa yang
diceritakan Zipora kepada Siswi Karina itu, Zacharias berjuang dan bertempur
dengan gigih, sebelum Misyaila dan pasukan para burungnya datang terlambat
untuk membantunya, yang akhirnya Zacharias pun gugur ketika berusaha menghadang
sejumlah pasukan yang berusaha membakar rumah-rumah para penduduk negeri Telaga
Kahana, hingga sebagian pasukan dari Amarik itu gugur di tangannya, sebelum ia
sendiri akhirnya gugur namun masih sempat memerintahkan Dardan untuk segera
menolong keluarganya sebelum Zacharias menghembuskan nafas terakhirnya dalam
peperangan yang tak seimbang itu.
Saat itu Siswi Karina
tampak terharu dan tersentuh dengan semua yang diceritakan Zipora kepadanya. Saat
Siswi Karina bertanya kepada Zipora tentang bagaimana mulanya Misyaila mengenal
dirinya, keluarganya, dan negeri Telaga Kahana, Zipora pun menceritakan bahwa
Misyaila adalah gurunya sekaligus sahabatnya Pangeran Ramada, ayah Zipora atau
kakeknya Ilias, Hagar, dan Sophia. Siswi Karina agak terkejut ketika mengetahui
hal itu, sebab ia sendiri merasa segan dan sungkan untuk menanyakan langsung hal
tersebut kepada Misyaila.
“Kini kau paham dan
mengerti kenapa Misyaila begitu perhatian kepada kami,” ujar Zipora kepada
Siswi Karina. “Yah, aku mengerti dan paham, Zipora,” jawab Siswi Karina, “sekarang
aku paham bahwa Misyaila adalah sahabat Pangeran Ramada, yang berarti ia juga
bagian dari keluarga kalian.” “Betul sekali!” Jawab Zipora.
Demikianlah yang terjadi
di negeri Telaga Kahana, dan sekarang kita menuju ke kota Damas, di mana Ilias
dan Jenderal Reham telah menetapkan sejumlah rencana dan strategi untuk
menghadapi serangan susulan pasukan Siis pimpinan Rakab ke negeri Suryan,
negeri di mana mereka berada.
Dalam kesepakatan itu,
Ilias dan Jenderal Reham telah menetapkan sebuah strategi bahwa mereka akan memberi
perlawanan kecil saja ketika pasukan Siis datang, yang akan memberi kesan
kemenangan palsu kepada pasukan Siis dengan membiarkan mereka memenangi
pertempuran dan dapat menguasai tempat dan kota-kota yang mereka incar, namun
sebelum itu para penduduk kota-kota yang akan diserang pasukan Siis diharuskan untuk
mengungsi. Dan tugas untuk memimpin pengungsian itu diserahkan kepada Uba
Zarila. Barulah setelah itu, setelah pasukan Siis menguasai kota yang mereka
taklukkan, pada saat itulah Ilias dan pasukannya juga Jenderal Reham dan
pasukannya akan menyerang dan menggempur pasukan Siis.
Strategi itu ditetapkan
agar Ilias dan Jenderal Reham dapat mengetahui dengan jelas tempat dan posisi
peperangan dan pertempuran yang akan mereka lakukan.
Strategi dan rencana yang
matang dan dingin itu tentu saja tidak dibaca oleh Rakab yang terhitung tidak
memiliki pengalaman yang matang dalam dunia militer dan kancah peperangan.
Dan di negeri Najdor itu,
garnisun pasukan Siis pimpinan Rakab dengan jumlah yang lebih banyak dan
persenjataan yang lebih canggih telah berangkat dan meninggalkan markas mereka.
Konvoi pasukan yang luar biasa besar dan banyak itu membuat tanah yang mereka
injak dan mereka lewati menjadi bergetar, begitu pun pohon-pohon yang mereka
lewati. Dan seperti sebelumnya, mereka pun memilih jalur laut untuk sampai ke
negeri Suryan, yang mana dengan menggunakan jalur laut, kapal-kapal raksasa
mereka dapat mengangkut mereka semua dan seluruh persenjataan mereka yang
terbilang berat dan super canggih itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar