Hak cipta ©Sulaiman
Djaya (2010)
Pintu-pintu tahun terbuka,
seperti pintu-pintu bahasa
menuju yang tak dikenal.
Semalam kau bilang padaku: esok
kita akan kembali
menemukan isyarat-isyarat,
kembali menggambar
pemandangan di halaman ganda,
hari dan kertas. Esok,
kita akan kembali
menemukan, sekali lagi,
kenyataan dunia ini
(Octavio Paz)
Ketika hari masih dirundung mendung dan kabut selepas hujan, hening seakan
waktu yang membeku, rumput-rumput dan jalan-jalan basah seperti dunia-dunia
yang tengah terbaring dalam sapuan gelombang-gelombang angin yang mengirimkan
dingin.
Sepasukan burung-burung
kuntul tampak melintasi keheningan langit, burung-burung kuntul yang selalu
saja mengingatkan saya pada masa kanak-kanak saya. Sekelompok burung kuntul
yang tengah menempuh perjalanan migrasi mereka itu barangkali dapat diandaikan
sebagai perubahan hidup dan pengulangan itu sendiri.
Itulah kiasan
kesementaraan dan usia yang menghitungi dirinya sendiri –di saat waktu
sebenarnya hanya bisa diam dan tak beranjak ke mana pun, persis ketika gerak
dan kebisuan saling berpadu dan melengkapi satu sama lain seperti sepasang
kekasih yang tengah dirundung kelesuan dan rasa cemburu yang membuat mereka
kehilangan gairah dan spontanitas pertama mereka.
Dalam keadaan yang demikian itu, keindahan menjelmakan dirinya sebagai kebisuan
dan hening cuaca yang membasahi pepohonan dan tiang-tiang lampu sepanjang
jalan. Waktu pun lelap bersama mimpi-mimpinya di antara buih-buih dan
kabut. Rasanya, tak ada salahnya, bila mengingat kembali penggalan
puisi-nya Anna Akhmatova, di saat sendu seperti itu:
Telah terjadi perang di atas
langit
Apoc.
Drama Shakespeare yang
ke-24
Ditulis waktu dengan
tangannya yang tak bergairah
Kita sendiri, adalah
peserta pesta wabah
Yang lebih baik jikta kita
membaca Hamlet, Caesar, Lira
Di atas sungai para
pemimpin:
Lebih baik hari ini bagi
si burung merpati Juliet
Menghantarkan ke peti mati
dengan tonggak dan obor,
Lebih baik melongok dari
jendela ke Macbeth,
Menggigil bersama-sama
dengan si pembunuh bayaran, –
Hanya saja bukan yang ini,
bukan yang ini, bukan yang ini,
Kita sudah tak berdaya
untuk membaca yang ini!
Betapa lihai Anna
Akhmatova “mengiaskan” drama-drama yang ditulis oleh William Shakespeare
seperti perang yang terjadi di langit, dan juga sebaliknya, meski saya tak
bermaksud menafsirkan hujan dan gerimis sebagai “perang kosmis” antar unsur
atau antar anasir alam yang telah melahirkan atau menciptakan hujan dan
gerimis.
Tentu saja, jika kita baca
secara cermat, puisi yang ditulis Anna Akhmatova yang berjudul ‘Untuk
Orang-orang London’ itu, bicara tentang waktu –meski waktu yang ia pahami dalam
konteks puisi yang ditulisnya itu berbeda dengan yang dipahami Octavio Paz,
yaitu sebagai sejarah, barangkali juga misteri takdir dan kehidupan, di mana
kita merupakan bagian dari sejarah yang dipahami Anna Akhmatova itu, sementara waktu
yang dipahami oleh Octavio Paz adalah ‘rahim enigmatik’ bagi puisi.
Selalu bergandengan dgn suasna kehidupan yg sunyi,...nampak orang seperti mereka ini sangat mencintai melukiskan perasaan hati tentang mysteri alam ini,...
BalasHapus