“Dunia sudah hampir
seluruhnya terkotak-kotak, dan yang tersisa sudah terbagi-bagi, dikuasai, dan
diduduki. Membuatku berpikir mengenai bintang-bintang yang kulihat di langit
malam, dunia-dunia luas yang tak terjamah. Aku akan mencaplok planet-planet itu
kalau bisa, aku seringkali berpikir mengenainya. Hatiku sedih melihat mereka,
tapi begitu jauh tak terjangkau” (Cecil Rhodes, Last Will and Testament 1902).
Setelah menerbitkan buku
“Confessions of an Economic Hitman” (2004), John Perkins mendapat banyak kunjungan
dari berbagai lapisan masyarakat, dan mereka kebanyakan meminta agar Perkins
melanjutkan bukunya dengan berbagai keterangan yang jauh lebih jujur dan
berani. Salah satunya—seperti yang ditulis John Perkins dalam pengantar
“Pengakuan Bandit Ekonomi: Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia &
Negara Dunia Ketiga” (2007)—meminta dirinya agar memaparkan arti kata
“Imperium” dengan sederhana, agar banyak orang terbuka kesadarannya.
Atas permintaan tersebut,
John Perkins pun menulis bahwa Imperium adalah negara-bangsa (atau bisa juga
korporatokrasi dan oligarkhi kaum korporat) yang mendominasi negara-bangsa
lainnya dan menunjukkan satu atau lebih ciri-ciri berikut: (1) Mengeksploitasi
sumber daya dari negara yang didominasi, (2) Menguras sumber daya dalam jumlah
yang tidak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan
bangsa-bangsa lain, (3) Memiliki angkatan militer yang besar untuk menegakkan
kebijakannya ketika upaya halus gagal, (4) Menyebarkan bahasa, sastra, seni,
dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah
pengaruhnya, (5) Menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tapi juga
dari orang-orang di negara lain, dan (6) Mendorong penggunaan mata uangnya
sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.
John Perkins melanjutkan,
“Semua ciri imperium global itu ada pada Amerika.” Dengan kata lain, Amerika
adalah Imperium Global di masa sekarang, sebagaimana kata ONE dalam One Dollar
itu sendiri dapat diplesetkan sebagai Ordo Novus Empirium alias Ordo
Imperialisme Baru. Sebagai mantan tim perusak ekonomi, yang diistilahkannya
sendiri sebagai “The Economic Hit Men”, John Perkins memang berani
mengungkapkan kesaksiannya, meski dengan resiko ia dipecat dari pekerjaannya,
jika dewasa ini negara-negara dunia ketiga, alias negara terkebelakang,
merupakan jajahan Imperium Amerika, termasuk Indonesia.
Dalam hal ini, jika
penguasanya disebut “Empire” atau “Emperor”, maka sistem yang berlaku adalah
Imperialisme. Di sini, menurut definisi Wikipedia, sebagai tambahan,
Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang
kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau
berkembang. Sebuah contoh, imperialisme terjadi saat negara-negara itu
menaklukkan atau menempati tanah-tanah yang mereka taklukkan.
Sedangkan perkataan
Imperialisme itu sendiri muncul pertama kali di Inggris pada akhir abad XIX.
Disraeli, Perdana Menteri Inggris, menciptakan politik ekspansif yang bernafsu
meluaskan pengaruh kerajaan Inggris hingga ke seluruh dunia. Namun Disraeli
mendapat tentangan. Golongan oposisi ini takut kalau-kalau politik Disraeli itu
akan menimbulkan beragai krisis internasional. Kaum oposisi ini disebut
golongan “Little England” dan golongan Disraeli (bersama Joseph Chamberlain dan
Cecil Rhodes) disebut golongan “Empire” atau golongan “Imperialisme”. Timbulnya
perkataan imperialis atau imperialisme, mula-mula hanya untuk membeda-bedakan
golongan Disraeli dari golongan oposisinya, namun dalam perkembangannya istilah
ini meluas hingga seperti yang dikenal sekarang ini.
IMPERARE SEBAGAI MUASAL
ISTILAH
Penting diketahui, istilah
imperialisme berasal dari kata Latin “imperare” yang artinya “memerintah”. Hak
untuk memerintah (imperare) ini disebut “imperium”. Sedangkan orang yang diberi
hak itu (diberi imperium) disebut “imperator”. Yang lazimnya diberi imperium
itu ialah raja, dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan
kerajaannya (daerah dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium.
Nah, pada zaman dahulu
kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya atau cakupan wilayah yang
berada dalam pengaruh dan perintah politik dan kebijakan ekonominya, maka raja
suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara
lain. Tindakan raja yang seperti inilah yang disebut imperialisme oleh
orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengertian lain
hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal saat ini.
Dulu, tindakan untuk
menguasai suatu wilayah kerajaan selalu menggunakan senjata api atau
peperangan. Namun sekarang tidak selalu. Sekarang, penguasaan bisa dilakukan
dengan kekuatan ekonomi, kultur, pendidikan, dan ideologi. Dan tentu saja,
perang sebagai alat terakhir seperti yang menimpa Irak dan Suriah saat ini,
ketika Amerika, Ingris, Israel, Rezim Saud, Turki, Perancis dkk menggunakan
ISIS dan kelompok-kelompok pemberontak Suriah untuk membuat kekacauan dan
konflik di kawasan tersebut.
DAVID RANSOM DAN MAFIA
BERKELEY
Sementara itu, di tahun
70-an, muncul tulisan “Berkeley Mafia and Indonesian Massacre”, di mana yang
dimaksud pembunuhan massal ini adalah pembantaian ratusan ribuan (bahkan konon
jutaan) anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) dan mereka (penduduk sipil) yang
dicurigai merupakan simpatisan PKI. Dalam tulisan tersebut juga ada beberapa
hal yang diungkapkan oleh David Ransom, yang antara lain “Kronologi
penggulingan Soekarno”, yang tidak lain adalah campur tangan Amerika melalui
jaringan-jaringan terselubungnya (covert action CIA).
Ini berawal saat munculnya
pengakuan kemerdekaan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1950,
pengakuan tersebut ternyata mensyaratkan Indonesia untuk menanggung beban utang
luar negeri yang dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda. Alhasil, sejak tahun
1950 bangsa Indonesia mewarisi utang Hindia Belanda sebesar US$ 4 Milliar. Dan
dengan adanya hutang tersebut, pemerintahan Soekarno tidak bisa lepas dari
tekanan pihak pemberi hutang (baca Amerika).
Tekanan tersebut antara
lain adalah adanya intervensi saat periode 1950-1956. Yakni saat adanya tekanan
dari Amerika Serikat bahwa Indonesia harus mengakui keberadaan pemerintahan Bao
Dai di Vietnam. Klimaksnya adalah saat terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan
Malaysia tahun 1964. Di mana ketika itu Malaysia didukung oleh Inggris.
Pemerintahan Soekarno yang saat itu geram, lantas menasionalisasi seluruh
perusahaan Inggris di Indonesia. Hal tersebut adalah kali kedua pemerintahan
Soekarno melakukan nasionalisasi setelah menasionalisasikan perusahaan milik
Belanda tahun 1956.
Rupanya, Amerika turut
campur dengan masalah tersebut. Pemerintahan Amerika menuntut bahwa konfrontasi
Indonesia dengan Malaysia harus segera diakhiri. Hal tersebut yang lantas
menyulut kemarahan Soekarno hingga mengatakan “go to hell with your aid”.
Penolakan keras tersebutlah yang membuatnya harus menyerahkan tangkup
kepemimpinan Negara pada Soeharto, tepat pada tanggal 11 Maret 1966. Kebijakan
politik Amerika dengan misi anti-komunisnya ini telah menjerat bangsa-bangsa
dan negeri-negeri lain untuk masuk ke dalam strategi globalnya (liberalisasi
dan kapitalisasi yang menguntungkan Amerika).
Langkah-langkah yang
dilakukan oleh badan intelijen Amerika Serikat (CIA) telah menyusupi hampir semua
badan, lembaga, kekuatan sosial-politik, dan oknum-oknum penting untuk kemudian
diperalat oleh Amerika.
Yayasan-yayasan yang
menyediakan dana-dana bantuan pendidikan semacam Ford Foundation dan
Rockefeller Foundation, yang disamping sering memberi bantuan-bantuan
perlengkapan, tenaga-tenaga ahli, juga membiayai pengiriman mahasiswa-mahasiswa
di luar negeri adalah merupakan alat, pangkalan (sarang) dan kedok CIA untuk
melancarkan operasi-operasinya ke berbagai penjuru dunia. Perguruan-perguruan
tinggi semacam Berkeley, Cornell, MIT (Massachusetts Institute of Technology),
Havard dan lain-lain telah dijadikan sarang dan dapur CIA untuk mencekokkan
ilmu-ilmu liberal (ideologi Amerika) dan meng-amerika-kan para mahasiswa yang
datang dari berbagai negeri, serta menggemblengnya menjadi agen dan kaki tangan
Amerika (CIA) yang setia.
Kita tahu, dalam
liberalisme, yang telah lebih dulu memiliki modal kuat lah yang menguasai arena
pasar politik dan ekonomi global melalui korporasi dan MNC-MNC mereka yang
mengeruk kekayaan negara lain, contohnya Indonesia.
Bahwa banyak badan-badan
pendidikan dan perikemanusiaan sekedar dijadikan kedok semata-mata untuk
kepentingan Amerika. Tulisan itu juga menjelaskan mengapa Soekarno mesti
digulingkan dan nasionalisme yang dibawanya mesti dihancurkan. Juga, bagaimana
kaum Sosialis Kanan/PSI telah berpuluh tahun mengadakan persekongkolan dengan
CIA untuk merebut kekuasaan di Indonesia ini dari tangan Soekarno. Bagaimana
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di Jakarta telah dijadikan dapur dan
sarang komplotan PSI-CIA dan untuk dari sana pula-lah melancarkan gerilya
politik dan subversinya kemana-mana.
Bagaimana bantuan-bantuan
ahli dari Amerika seperti Guy Parker, George Kahin, John Howard, Harris,
Glassburner, dan kaum Sosialis Kanan/PSI seperti Soemitro Djojohadikusumo,
Widjojo Nitisastro, M. Sadli, Emil Salim, Subroto, Barli Halim, dan Soedjatmoko
yang populer sebagai kaum teknokrat-ekonom dan berhasil menduduki posisi-posisi
penting dalam lembaga-lembaga pemerintahan puncak itu, telah lama “mengadakan
permainan bersama yang lihai” bersama dengan kepentingan Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar