oleh A.R. Khan
(disunting oleh Sulaiman Djaya)
Di hari yang amat dingin itu, Otto Schiele, seorang
prajurit dari Kompi 4, Batalyon 3, Divisi Infanteri ke-31 Jerman merogoh
sakunya, mengeluarkan selembar kertas koran yang sudah usang, terbitan beberapa
bulan sebelumnya. Dari koran Volkischer Beobachter itu ia
sekilas membaca judul berita utamanya, pidato Menteri Propaganda Nazi, Joseph
Goebbels, “Kampf bis zum letzten mann und der letzen kugel...bertempur
sampai orang terakhir dan peluru terakhir!”
Namun prajurit muda ini tidak berniat membaca koran
bekas yang ia rogoh itu. Ia malah merobeknya dengan hati-hati, membentuk selembar
kertas, dan kemudian dari saku yang lain, ia mengeluarkan sekantung kecil
tembakau, menjumput sedikit isinya, lalu menggulungnya di kertas, menjadi rokok
yang langsung hisap demi melawan cuaca dingin yang menyergapnya.
Ketika Schiele sedang menikmati rokoknya itu, hawa
dingin tiba-tiba masuk menyerbu ruang pondoknya. Rupanya pintu terbuka dan saat
itulah seorang serdadu bertopi baja dan memakai mantel tebal pun masuk. Pada
overcoatnya bertaburan salju yang telah membeku menjadi bunga es. Dari bibir
pucatnya yang bergetar, serdadu itu mendesis, “Scheisse, malam ini udara
pasti lebih membeku,”
Seorang prajurit lain yang bernama Wallner
bersiap-siap menggantikan berjaga di luar. Ia memakai pakaian hangat dan kaus
kaki rangkap-rangkap. Sebelum keluar pintu ia meraih senjatanya seraya
mengingatkan agar makan paginya disiapkan, termasuk kopinya. Ia keluar,
menghilang di kegelapan malam yang teramat dingin, dengan suhu tercatat 42
derajat celcius di bawah nol! Ketika ditemukan esok paginya, tubuh Wallner
telah membeku kaku seperti papan. Dia mungkin tidak menderita terlalu lama,
jatuh tertidur lalu membeku sampai mati...
Dapatlah dikatakan bahwa tanggal 5 Desember 1941 akan
tercatat dalam sejarah peperangan modern sebagai Hari Pengorbanan Tentara
Infanteri Jerman. Hari itu, Divisi ke-31 menunjukkan keperwiraan yang luar
biasa, jatuh bangun dan berusaha terus mencapai sasarannya, kota Moskow. Namun
perubahan cuacalah yang akhirnya menentukan jalannya peristiwa sejarah. Malam
itu, dalam cuaca bulan purnama yang menerangi permukaan bumi yang serba putih,
suhu terus melorot turun menjadi minus 46 derajat celcius!
Dalam kesunyian membeku itu, lamat-lamat terdengar
deru mesin dipanaskan. “Ooh, itu tank-tank Rusia, bukan punya kita,” kata
seorang Kopral yang telinganya telah terlatih. Masa penantian yang mencekam
pasukan Jerman yang berada di garis terdepan yang telah mendekati ibukota Rusia
akhirnya berakhir, dengan perintah untuk maju menyerang. “Auf marsch-marsch!
Maju!” teriak para Sersan kepada satuan masing-masing. Apa pun yang bakal
mereka segera hadapi, bagi semua prajurit Jerman adalah lebih menggembirakan
daripada harus bertahan dan mati membeku dalam kedinginan!
Dengan nafas terengah, mereka pun maju melawan lapisan
salju yang telah mencapai pinggang. Tenaga terkuras untuk setiap langkah. Nafas
hangat yang keluar dari mulut mereka serta-merta membeku begitu dihembuskan!
Mereka jatuh bangun, terperosok di salju, dan Sersan-Sersan tak henti berteriak
menyemangati para prajuritnya, sampai tiba-tiba hujan tembakan musuh menyirami
mereka. Banyak yang langsung terkapar di lapisan salju, dan merahnya darah
mulai mewarnai bumi yang putih bersih. Mereka yang terjatuh, hanya dalam
hitungan menit tubuhnya langsung kaku membeku!
Para prajurit Jerman tak mempunyai pilihan lain.
Mereka berusaha maju terus. Tetapi banyak senjata mereka yang macet, beku,
karena memang tak pernah dipersiapkan secara khusus menghadapi peperangan
melawan Winter General. Sangat berbeda dengan Pasukan Merah yang kualitas
pakaian dan sepatu hangatnya jauh melebihi pasukan Jerman, sementara
persenjataannya pun telah disesuaikan untuk anti-beku.
Medan perang di muka kota Moskow menyaksikan
pertempuran hidup-mati yang dahsyat. Semangat para pasukan Jerman yang memilih
lebih baik mati bertempur daripada membeku di padang salju membuat mereka
seperti banteng terluka yang mengamuk!
Pagi harinya, langit kelam yang menggelayut telah
sirna, seperti layar dalam drama Yunani yang terbuka pelan-pelan. Pertempuran
hebat terus berlanjut, kematian demi kematian terus menumpuk, dan tatkala semua
peralatan modern telah macet, maka tinggallah semangat bertahan hidup pada
masing-masing prajurit yang membuat drama ini belum habis.
Semangat hidup itulah yang akhirnya membuat pasukan
Divisi ke-31 Jerman berhasil memecahkan garis pertahanan Rusia, dan mereka kini
tinggal delapan kilometer dari sasaran mereka. Sayangnya, sesudah itu kemudian
semuanya tiba-tiba selesai. Mereka tidak mampu bergerak lagi.
Drama di muka kota Moskow itu tidak lain merupakan
salah satu akibat dari ambisi gila Hitler, yang pada akhirnya ikut menyumbang
titik balik dari kemenangan Jerman Nazi-nya menjadi kekalahan.
Ambisi Hitler yang mula-mula tertuang dalam ‘kitab
sucinya’ Nazi, Mein Kampf, kemudian dijabarkannya dalam arahan
resmi, Führer Befehl No.21 yang dibuatnya pada tanggal 18 Desember 1940 (ketika
masih dalam ikatan Pakta Non-Agresi dengan Rusia). Direktif itu menggariskan
bahwa tentara Rusia yang ditempatkan di Rusia bagian Barat harus dihancurkan
dengan operasi kilat yang diujung-tombaki oleh kekuatan lapis baja. Selanjutnya
usaha pengunduran diri secara teratur dari musuh ke wilayah luas di pedalaman
Rusia harus dicegah.
Operasi Barbarossa yang dilaksanakan dan digelar
secara mendadak ini memang telah diraba oleh pihak Soviet. Namun mereka tidak
pernah memperkirakan bahwa datangnya akan secepat itu. Diktator Soviet Josef
Stalin kala itu tidak mau mempercayai laporan serta peringatan dari jaringan
mata-matanya, termasuk Dr. Richard Sorge, spion paling dahsyat di dunia, yang
memperoleh bocoran rahasia Barbarossa di Tokyo. Sorge juga berjasa terhadap
Stalin karena meyakinkan bahwa Jepang tidak akan menyerang Rusia sehingga
Stalin tak perlu menghadapi dua front sekaligus di waktu yang sama.
Ketidakpercayaan Stalin akan serbuan Jerman itu pun masih
terjadi bahkan ketika Wehrmacht telah menyeberangi perbatasan dan menghantam
pasukan garis depan Rusia! Melalui Marsekal Timoshenko, dia sempat
memerintahkan panglima Rusia di front depan, Jenderal Boldin, agar tidak
melakukan aksi apapun terhadap pasukan Jerman. Semua aksi militer harus
sepengetahuan dan seizin Stalin sendiri! Boldin menjawab bahwa perintah itu
tidak mungkin dijalankan karena “tentara kami terus terdesak mundur, kota-kota
dibakar, dimana-mana orang dibunuh”. Namun jawaban dari Moskow ternyata tetap
menegaskan bahwa perintah Stalin itu harus tetap dilaksanakan, titik!
Dalam kondisi yang serba bingung di pihak musuh ini,
maka mesin perang Jerman pun menggelinding dengan cepat ke sasaran-sasarannya.
Apalagi ketika itu musim panas, sehingga walau jalan-jalan di Rusia berbeda
dengan jalan-jalan di front barat yang mulus, lebar dan modern, tapi tank-tank
Jerman tetap dapat melewatinya dengan baik.
Jalan-jalan tanah Rusia dengan debunya yang tebal dan
halus memang mengganggu, namun belum menjadi rintangan besar, kecuali harus
lebih rajin membersihkan mesin kendaraan perang yang dirongrong debu. Hanya saja,
untuk pasukan infanteri, cuaca terasa amat panas dan cukup menyiksa bagi yang
tidak terbiasa. Apalagi, mereka harus selalu menghirup debu dan kehausan!
Operasi Barbarossa ini dilakukan dengan terobosan oleh
tiga grup tentara, masing-masing Utara, Tengah dan Selatan. Grup Utara pimpinan
Generalfeldmarschall Wilhelm Ritter von Leeb menyerbu dari Prusia Timur dengan
sasaran Leningrad (St. Petersburg). Grup Tengah di bawah komando
Generalfeldmarschall Fedor von Bock dari Polandia melalui hamparan rawa-rawa
luas Pripyat menuju Smolensk untuk kemudian ke Moskow. Sedangkan grup Selatan
yang dipimpin oleh Generalfeldmarschall Gerd von Rundstedt bergerak ke arah
Kiev dengan tujuan menguasai wilayah gudang pangan (gandum) di Ukraina serta
sumber minyak bumi di Kaukasus.
Tentara Rusia yang tidak menyangka dan tidak siap
menghadapi Barbarossa, dengan cepat digilas oleh mesin perang Jerman. Dalam
beberapa bulan pertama invasi itu, hampir tiga juta pasukan Rusia ditawan serta
17.000 tanknya dihancurkan! Stalin memang memiliki lebih banyak tank, pesawat terbang,
dan sumber daya manusia serta tentara, tetapi kekuatan tersebut pada awal
perang terpencar dalam wilayah yang begitu luas, dari Siberia, Mongolia Luar,
hingga perbatasan Polandia. Banyak pimpinan tentara merah yang berotak
cemerlang juga telah dilenyapkan dalam aksi pembersihan besar-besaran (The
Great Purge) tahun 1937! Tetapi dinamika invasi Jerman dengan garis front
yang sangat panjang dan melebar itu, kemudian terbukti hanya mampu bertahan
sekitar lima bulan saja.
Hitler dari awal membuat kesalahan besar dengan
memandang rendah keuletan dan kemampuan perlawanan pihak Soviet, serta
melupakan bahwa ukuran-ukuran geografis di Rusia adalah serba luar biasa
besaran luas dan jaraknya. Belum lagi prasarana dan sarananya yang kala itu
masih terbelakang, sehingga kurang mendukung operasi peralatan perang yang
mekanis, modern, dan mobile. Akibatnya pengiriman logistik ke pasukan-pasukan
terdepan semakin sulit, baik karena jarak maupun gangguan dari para partisan
(gerilya) Rusia.
Sekalipun demikian, sampai pertengahan Juli sekitar
dua pertiga jarak tempuh ke Moskow telah dicapai oleh pasukan lapis baja Jerman
yang dipimpin oleh jenderal-jenderal yang telah kenyang makan asam garam
peperangan seperti Guderian, Hoepner dan Hoth. Namun pada tanggal 19 Juli,
Hitler mengeluarkan lagi direktifnya, Führer Befehl No.33, yang segera terbukti
menjadi blunder terbesarnya dengan akibat sangat fatal!
Hitler yang tertarik untuk memperoleh kemenangan
spektakuler dengan menawan pasukan musuh dalam jumlah besar, mendadak
memerintahkan gerak maju pasukannya ke arah Moskow dihentikan sementara! Ia
menarik pasukan baja Hoth ke utara, untuk membantu pengepungan terhadap
Leningrad. Sedangkan pasukan tank Guderian diperintahkannya ke selatan untuk
ikut mengepung sejumlah besar pasukan Rusia di Kiev.
Keputusan Hitler yang cenderung politis dan bukannya
berdasar pertimbangan militer sepenuhnya ini, bukannya tanpa tentangan dari
para jenderalnya, termasuk Guderian sendiri. Mereka lebih menghendaki gerak
maju ke Moskow diteruskan, karena bagaimanapun kota ini adalah pusat dan simbol
kekuasaan dari pemerintahan komunis Uni Soviet.
Para jenderal itu juga sebetulnya khawatir akan
datangnya musim dingin sebelum mereka berhasil merebut Moskow. Namun Hitler
tidak peduli! “Baginya, tingginya angka tawanan perang musuh merupakan bukti
konklusif superioritas Jerman,” tulis Kepala Staf Generaloberst Franz Halder
dalam catatan hariannya.
Dengan keputusannya yang tidak dapat ditawar demi
memetik kemenangan spektakuler namun kurang berarti dari segi militer itu, maka
Hitler telah mengesampingkan tiga faktor vital yang dalam sejarah telah terbukti
menjungkalkan Napoleon di Rusia. Ketiganya adalah: ruang, waktu, dan cuaca. Dan
hal ini pun segera akan terbukti. Sekaligus ini juga berarti Hitler sendiri
telah mengorbankan tujuan akhir Operasi Barbarossa, yaitu serangan terpadu tiga
pasukan lapis baja terhadap Moskow. Jerman pun kehilangan waktu yang tak
ternilai harganya selama empat minggu dalam geraknya ke Moskow. Kehilangan
waktu inilah yang harus dibayar mahal sekali...
Barulah pada tanggal 2 Oktober Hitler memerintahkan
penyerangan dan perebutan Moskow dimulai kembali. Tanggal itu ironis sekali,
karena mengingatkan pada sekitar awal bulan Oktober tahun 1812 dimana Napoleon
memerintahkan bala tentaranya mundur dari Moskow karena dia khawatir akan
datangnya musim dingin Rusia yang terkenal ganas. Sekarang, apa yang tadinya
optimis dapat dilakukan dalam bulan Juli-Agustus yang kering, kini menjadi
keraguan karena hujan akan segera tiba. Dan ini artinya jalan-jalan di Rusia
yang primitif akan menjadi sungai lumpur yang sulit dilalui oleh kendaraan
maupun manusia!
Sesuai perintah dari Hitler, maka subuh tanggal 2
Oktober tank-tank Jerman telah memanaskan mesinnya. “Sersan, dalam sebulan lagi kita akan menikmati sarapan yang enak dengan
kaviar di Lapangan Merah, ya kan,” tanya seorang pengemudi tank yang masih
muda kepada seniornya itu. Si Sersan hanya mengangkat bahunya seraya membatin: ah, anak muda...apakah engkau tidak tahu
yang sebenarnya?
Komandan satuan tank itu, Hauptmann Detlef von
Wagenburg mengusap matanya yang letih dan sekali lagi melihat arlojinya. “Erste
Kompanie, siap?” tanyanya. “Zweite kompanie...?” Begitu para
komandan kompi tank-nya menjawab siap, maka derum mesin ratusan tank tiba-tiba
menggemuruh dibarengi dengan dentuman-dentuman dari semua laras meriamnya. Bumi
sekitarnya seolah meledak, bergetar hebat. Derak rantai dan roda-roda tank yang
bergerak maju menambah hingar-bingar pagi yang dingin. Ketiga pasukan panzer
Jerman bergerak serentak ke arah Timur, melindas dan menghancurkan apa saja
yang menghalangi.
Bulan Oktober merupakan musim gugur. Cuaca mulai
berubah dari panas dan kering menjadi kian dingin dan basah. Serbuan ulang
Jerman ke arah Moskow benar-benar tidak terbendung. Dengan cepat garis-garis
pertahanan Rusia digulung. Tetapi mereka semakin ulet dan semakin fanatik.
Tank Von Wagenburg termasuk yang paling depan karena
tugas satuannya adalah membungkam artileri musuh. Setelah melalui sebuah desa
yang terbakar, tank-tank Wagenburg tiba-tiba dihadang sejumlah tank Rusia yang
dipenuhi oleh prajurit infanteri. Sebuah tembakan tank Jerman tepat mengenai
salah satu tank Rusia itu, yang langsung meledak dan melontarkan para prajurit
yang bertengger di atasnya!
Tembakan anti-tank dari pasukan Rusia juga tak kalah
sengit. Dari kubu-kubu mereka di balik hutan, tembakan mereka berhasil
menghancurkan sejumlah tank Jerman. Teriak dan jeritan manusia bersaing dengan
letusan dan ledakan peluru. Pasukan Rusia seolah-olah tidak takut mati dan
melawan terus sampai darah terakhir. Namun disana-sini timbul juga kepanikan di
kalangan tentara Merah itu, sehingga ada yang melarikan diri dari posisinya.
Mereka yang ketahuan lari, tak ada ampun akan ditembak
oleh satuan polisi khusus Rusia, NKVD, yang terkenal kejam. Mereka ini
berkeliaran mencari para desertir.
Jenderal G.V. Balushin, salah seorang komandan pasukan
terdepan Rusia yang baru saja menerima bintang jasa karena perlawanannya yang
heroik melawan Jerman di Smolensk, tak luput dari hukum besi NKVD. Tanggal 5
Oktober daerah pertahanannya dikepung pasukan tank Jerman yang tiba-tiba
muncul. Pertempuran hebat pecah, dan pasukan Jerman berada di atas angin. Untuk
mencegah penghancuran pasukannya secara sia-sia, Balushin memerintahkan
pengunduran taktis. Namun keputusan ini rupanya dianggap sebagai perbuatan pengecut.
Mobil jenderal ini dihentikan oleh sekelompok NKVD, dan seorang kapten NKVD
menyatakan bahwa atas perintah Komite Pertahanan Moskow, Balushin dicopot
pangkat dan jabatannya!
“Gregori
Balushin, dengan ini kamu dijatuhi hukuman mati karena kepengecutan di hadapan
lawan. Hukuman akan dilaksanakan segera,” kata kapten itu. Oh, betapa hidup
ini, kemarin pahlawan, hari ini dicap pengkhianat! Balushin kemudian meminta
izin merokok, dan dia diberi sebatang. Dia diberi rokok karena si kapten tahu
bahwa Balushin adalah pahlawan dan namanya sudah kadung harum di mata rakyat
Rusia. Jenderal ini hanya menghisap rokoknya sekali, lalu membuangnya. Ia
kemudian digandeng pergi ke balik jalan, dan tak lama kemudian terdengarlah
letusan tembakan. Duut...Eh...dorr!!!
Gerak maju mesin perang Jerman seperti tak terbendung.
Ratusan ribu pasukan dan ribuan tank serta kendaraan perang Rusia lainnya yang
menjadi bagian dari perimeter luar pertahanan Moskow terkepung atau hancur.
Stalin yang mencemaskan kondisi itu, pada tanggal 11 Oktober mengangkat
jenderal Gheorgi Zhukov sebagai Panglima Pertahanan Moskow. Zhukov segera
meminta disediakan 100 divisi segar serta ratusan tank baru, T-34, yang
terbukti lebih mumpuni dibandingkan dengan tank Jerman pada saat itu.
Stalin yang sementara itu baru mendapat laporan dari
spionnya di Tokyo, Richard Sorge, bahwa Jepang tidak akan menyerang Rusia,
segera menarik kekuatan tentaranya dari Timur dan Siberia. Setiap hari 50
hingga 100 kereta api berangkat dari Timur dengan tujuan Moskow, berisi penuh
serdadu dan perlengkapan perang lainnya.
Pada tanggal 12 Oktober, apa yang ditakutkan Jerman
terjadilah! Cuaca berubah drastis. Hujan sejak hari itu mulai turun dimana-mana
dan seperti tak ada hentinya. Dari Smolensk hingga Orel, dari Viazma hingga
Kalinin. Hujan dan hujan terus. Sungai-sungai bergolak dan meluap, jalan-jalan
menjadi lumpur yang pekat sampai setinggi lutut. Kendaraan bermotor Jerman pun
nyungsep terjebak lumpur, kuda tak mampu menarik kereta, dan bagi prajurit
infanteri, setiap langkah menjadi perjuangan tersendiri yang berat.
Demikianlah, “Jenderal Lumpur” Rusia
mulai beraksi, belum lagi “Jenderal Musim
Dingin” nantinya!
Sekalipun menghadapi medan lumpur yang berat, pasukan
Jerman tetap berusaha bergerak ke timur. Sampai akhirnya pada tanggal 19
Oktober, tentara Jerman terpaksa berhenti! Panglima sektor tengah, Jenderal
Hans-Günther von Kluge mengirim kawat ke markas besar Jerman yang isinya: “harus menunggu sampai musim beku yang akan
mengeraskan jalan sehingga panzer dapat bergerak lagi.”
Mendengar itu, murkalah Hitler! Ia hanya melihat bahwa
jarak ke Moskow tinggal beberapa hari lagi, mengapa kini harus berhenti? Ia pun
memerintahkan: jalan terus! Maka
Divisi Lapis Baja ke-3 bersama Divisi Infanteri ke-258 ditugaskan untuk
menyusup ke arah barat daya Moskow melalui jalan yang masih dapat menopang
mereka.
Pertempuran demi pertempuran terus berlangsung dengan
sengitnya. Pelopor perang kilat, Blitzkrieg, Generaloberst Heinz
Guderian, mulai patah semangat akibat lumpur, lumpur dan lumpur. Pasokan
logistiknya, baik peluru, bahan bakar, maupun keperluan lainnya tertinggal 50 kilo-meter
di belakang pasukan tank-nya, dan tidak dapat dikirim karena transportasinya
jeblok akibat lautan lumpur. “Ja, main Führer, kami membaca buku pengalaman Napoleon, tetapi tuan segan dan tidak mau
mendengar peringatan kami mengenai cuaca Rusia,” demikian keluh para
Jenderal di front.
Pada minggu kedua bulan November, “Jenderal Musim Dingin”
pun akhirnya tiba dengan seluruh kekuatannya! Tanggal 12 November 1941 itu suhu
sontak merosot menjadi minus 15 derajat, dan esok harinya minus 20 derajat
celcius!
Tanggal 13 November, Kepala Staf Hitler, Generaloberst
Franz Halder, mengundang para petinggi militer Jerman. Dia menjelaskan rencana
Hitler untuk melancarkan serbuan final ke Moskow. Namun para jenderal kurang
antusias menanggapinya, karena mereka tahu nasib baik Jerman sebenarnya telah
tercuri dengan blunder Hitler tatkala dia menyetop sementara serbuan ke Moskow
pada musim panas yang lalu. Tetapi segala keberatan tidak didengar. Hitler
tetap menghendaki tanggal 15 November sebagai awal serbuan final merebut
Moskow.
Naasnya, unsur pendadakan serangan sebenarnya telah
hilang, dan perlawanan semakin tangguh dari Tentara Merah dapat dipastikan akan
terjadi. Lebih dari 80 divisi segar dari Siberia telah didatangkan, sementara
pasukan Jerman yang semakin menipis jumlahnya, telah keletihan karena bertempur
konstan selama enam bulan terus menerus.
Malam itu para prajurit tank Jerman pun harus membuat
api di bawah tank masing-masing, agar piston mesinnya tidak membeku! “Apa sasaran kita besok, herr
Leutnant?” tanya seorang prajurit kepada perwiranya. Si perwira rupanya
ingin membangkitkan semangat anak buahnya. “Der Rote Platz, Lapangan Merah dan ruang makan Stalin,”
kata si perwira itu tanpa dapat menyembunyikan kemuramannya.
Pagi tanggal 15 November di sepanjang front yang
panjangnya 1000 kilo-meter, tank-tank Jerman yang disertai infanterinya
bergerak. Tetapi kini tidak semua tank berhasil dihidupkan, sebagian membeku
mesinnya! Skuadron tank Von Wagenburg yang terdiri dari 12 buah tank
Panzerkampfwagen IV langsung menuju tepi sungai Nara, untuk selanjutnya ke
Podolsk yang terletak hanya 34 kilo-meter dari pusat kota Moskow. “Maju terus, tembak terus!” aba-abanya
ketika melihat jembatan ternyata masih utuh. Jembatan ini berhasil dikuasainya
dan komandan divisi memerintahkannya untuk mempertahankannya mati-matian.
Sementara itu ratusan ribu prajurit Soviet yang masih
segar dari Siberia dengan pakaian musim dingin yang berwarna kamuflase putih,
mulai menyiapkan diri di sekitar Moskow. Tank-tank baru T-34 berwarna putih
dalam jumlah besar pun mulai dikirim ke front. Sementara itu, pasukan Divisi
Infanteri ke-258 Jerman yang bersama Divisi Lapis Baja ke-3 berada di barat
daya Moskow, telah sampai ke Burzeto, 55 kilo-meter dari Moskow.
Tak mereka sangka, tiba-tiba sepasukan tank T-34 Rusia
datang menyerang, menyeberangi padang salju seraya menembaki posisi Jerman
dengan gencar. Senjata anti-tank Jerman pun beraksi. Namun alangkah kagetnya mereka ketika melihat pelurunya tak mempan
menembus lapisan baja monster baru Rusia itu!
Tetapi pasukan Jerman terus menekan. Tanggal 27
November mereka berhasil mencapai kanal sungai Volga, lalu merebut Gorki, 20 km
dari Moskow. Bahkan pada tanggal 30 November, dalam kondisi hujan salju, Divisi
Panzer ke-2 mampu mencapai Chimki, hanya delapan kilo-meter dari pinggiran kota
Moskow. Sebuah patroli Batalyon Perintis malah mampu menyusup ke sebuah stasiun
bis kota, 17 kilo-meter saja dari Kremlin!
Satuan perintis Jerman yang sudah mendekati Kremlin
itu sempat berkelakar bahwa mereka tinggal menunggu bis kota yang akan membawa
mereka ke Kremlin. Namun bis itu tidak pernah datang. Yang datang adalah
sesuatu yang lain, yaitu topan salju yang seperti es dinginnya. Tak ada tempat
berlindung di tempat tersebut. Semua bangunan, bahkan pohon-pohon, sudah rata
dengan tanah. Keesokan harinya, yang tampak tinggal gundukan-gundukan salju dan
di bawahnya adalah tubuh para prajurit yang naas tadi. Mereka mati beku karena
suhu pada malam sebelumnya mencapai 52 derajat di bawah nol!
Namun Jerman belum mau menyerah oleh kondisi alam yang
merintanginya. Pengintaian yang dilakukannya dari udara menunjukkan kota Tula
di luar Moskow tampaknya masih utuh.
Tanggal 4 Desember pasukan Divisi Infanteri ke-31
diperintahkan untuk menguasai Tula, yang oleh Jerman akan dijadikan markas
musim dingin. Celakanya, perintah ini terlambat dua hari. Seandainya datang
terlebih dahulu, maka pasukan tank dapat membantu sebagai ujung tombak karena
jalan ke Tula masih beku oleh es dan dapat dilintasi. Dan sayangnya, dalam dua
hari terakhir hujan salju turun dengan hebat, mengakibatkan lapisan salju yang
teramat tebal untuk dapat dilalui pasukan mekanis Jerman. Akibatnya pasukan
infanteri harus berjalan sendiri tanpa perlindungan. Itu pun kalau mereka mampu
berjalan menembus lapisan salju yang dalam! Akibatnya, selain gerakan
lamban sekali ditambah masih harus menangkis serangan musuh, mereka pun harus
menghadapi bahaya yang mengerikan, yaitu pembusukan anggota tubuh karena frostbite dan gangrene.
Para dokter pasukan tak henti-hentinya harus mengamputasi jari, baik kaki
maupun tangan. Kalau tidak, akibatnya akan sangat fatal bagi si penderita.
Tanggal 4 Desember keluar perintah untuk menyerang
Tula mulai pukul 01.00 pagi dengan memanfaatkan cahaya rembulan. Para prajurit
Jerman tampaknya telah kehabisan tenaga karena terkuras untuk melawan dinginnya
cuaca yang menusuk dan mematikan itu. Sehingga tatkala perintah telah tiba
untuk menyerang, mereka pun kelihatan lebih bersemangat dan senang. Mereka
merasa lebih baik menghadapi musuh yang mungkin juga berarti kematian daripada
harus mati pelan-pelan karena membeku!
“Kami mencapai tepi
sungai dan menyerang posisi musuh di balik garis pepohonan. Senapan mesin musuh
menyapu kami, dan kami harus mundur dengan banyak korban. Karena picu senjata
kami banyak yang beku dan macet, maka kami pun mencoba mengulang serangan
dengan bayonet,” demikian kisah seorang prajurit Jerman.
Suhu waktu itu adalah 40 derajat celcius di bawah nol.
Banyak dari yang luka-luka tidak dapat segera dirawat karena menunggu giliran.
Akhirnya banyak dari mereka yang mati bukan karena lukanya, melainkan oleh
udara yang membekukan!
Akhirnya pada tanggal 5 Desember menjelang tengah
malam, panglima divisi Generalmajor Berthold memerintahkan pengunduran diri,
karena kalau tidak maka ofensif balasan Rusia akan memotong-motong pasukan
divisinya yang sudah melemah akibat cuaca dan serangan musuh. Setelah unit
terakhir mencapai posisi bertahan yang baru, maka ketahuanlah bahwa divisi yang
pada 24 jam sebelumnya masih berkekuatan penuh, kini menciut tinggal kurang
dari satu batalyon! Mereka yang masih hidup merasa kecewa seolah-olah telah
dilupakan dan ditinggalkan oleh Berlin. Pengorbanan mereka dianggap sia-sia!
Seperti telah diperkirakan, maka pada tanggal 6
Desember, Rusia mengerahkan kekuatannya melancarkan ofensif balasan dari
perimeter pertahanannya di Moskow terhadap semua posisi tentara Grup Tengah
Jerman. Ratusan tank T-34 berwarna putih dan satu juta prajurit Merah yang
semuanya juga berseragam putih bergerak menerobos semua garis Jerman.
Tentara Jerman yang sudah susah payah mendekati Moskow
tidak mampu lagi melawan. Mereka dipukul mundur, mundur, dan mundur terus makin
menjauhi sasarannya. Mencium kemenangan, pasukan Merah pun semakin ganas
membabati agresornya. Kinilah saat titik balik dan sekaligus pembalasan!
Hauptmann Von Wagenburg tegak berdiri di turet tanknya
yang mogok karena beku dan ketiadaan bahan bakar. “Hari yang paling terpuji dari Deutsche Wehrmacht,”
katanya dengan ironis. “Tinggal 20 kilo-meter
dari Moskow dan kehabisan bensin. Untuk apa semua ini?!”
Ia seolah-olah tidak mendengar lagi dentuman dan desingan
peluru. Sebuah peluru yang mengenai tanknya, menimbulkan bunyi dentingan yang
keras. Tetapi dia tidak menghiraukannya. Lalu sebutir peluru tepat menembus
dadanya, dan Von Wagenburg pun langsung mati terkulai di atas tanknya.
Tak jauh darinya, dua sosok tubuh berhimpitan kaku
dalam lubang pertahanan. Si pengendara tank yang muda usia dan sersannya tak
akan pernah melihat Lapangan Merah Moskow. Mereka keburu mati bukan karena
tembakan musuh, tapi akibat beku...
“Serangan ke
Moskow telah gagal. Kami mengalami kemunduran hebat,” kata Guderian terus
terang.
Tanggal 25 Desember, Hitler mencopot jenderal tanknya
yang paling kesohor tersebut, meskipun sejarah telah menunjukkan bahwa ketika
Hitler yang memegang komando, maka semuanya gagal dan dia mengorbankan begitu
banyak prajurit Jerman untuk tujuan yang sia-sia. Berbeda dengan masa awal
perang ketika para jenderalnya masih diberi wewenang menjalankan strateginya
sendiri. Hasilnya adalah kemenangan demi kemenangan.
Tetapi di Rusia, semuanya sudah terlanjur, sehingga
tak terhitung lagi jumlah kuburan tentara Jerman yang berserakan di bumi
Soviet...
SUMBER:
Buku “Seri Kisah Peperangan” dari penerbit Angkasa
Buku “Russia Besieged” seri Time-Life Books World War
II
www.en.wikipedia.org
www.russian-victories.ru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar