Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2010)
Di tahun 80-an itu,
sebagai petani, secara kebetulan keluarga saya memiliki tanah yang cukup untuk
menanam Rosella, atau tanaman apa saja yang dapat dijadikan komoditas untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bila panen tiba, ibu saya akan menggoreng
biji-biji Rosella tersebut dan anak-anaknya (termasuk saya) akan membantu
menumbuknya hingga menjadi bubuk kopi yang kami kemas dalam plastik-plastik
mungil yang kami beli dari pasar. Bila kami selesai mengemas bubuk Rosella
tersebut, ibu saya lah yang akan menjajakannya alias menjualnya, kadangkala ada
saja orang-orang yang datang sendiri ke rumah untuk membelinya.
Seingat saya, selain
menanam Rosella, keluarga kami juga menanam kacang panjang. Dari hasil
penjualan bubuk kopi Rosella dan kacang panjang itulah keluarga kami memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari kami dan membiayai sekolah kami. Saya, misalnya,
bisa membeli buku tulis atau buku-buku yang diwajibkan di sekolah. Singkatnya,
kami hidup dari hasil mengolah tanah dan menjual komoditas yang dihidupkan oleh
tanah dan alam, sebab ketika itu belum ada sejumlah pabrik seperti sekarang.
Saya juga masih ingat
ketika ibu saya membuat sambal dari kulit buah Rosella yang berwarna merah itu
agar sambil yang dibuatnya cukup untuk semua anggota keluarga, sebab cabe rawit
yang kami tanam tidak sebanyak seperti kami menanam singkong, ubi jalar, kacang
panjang, dan Rosella.
Di saat saya sudah kuat
memegang cangkul, kalau tak salah ketika saya telah duduk di sekolah menengah
pertama, sesekali saya lah yang mengolah tanah dan membuat gundukan
batang-batang pematang di mana kami menanam kacang dan Rosella. Tak jarang saya
juga yang menyiraminya di waktu sorehari.
Itu adalah masa-masa di
tahun 80-an ketika kami menggunakan batang-batang kayu kering untuk menyalakan
dapur dan memasak. Sebab kami hanya mampu membeli minyak tanah cuma untuk bahan
bakar lampu-lampu damar kami.
Selepas magrib, saya akan
membawa salah-satu lampu damar tersebut ke langgar atau ke rumah seorang ustadz
kami untuk belajar Al-Qur’an. Itu saya lakukan setelah ibu saya sendiri yang
mengajari saya tentang beberapa doa penting dan mengenalkan huruf-huruf hijaiyyah
dan mengajarkan saya Al-Qur’an sebelum saya duduk di sekolah dasar yang
kebetulan ada di depan rumah. Selain itu, ibu saya juga mengajarkan saya
beberapa sholawat-sholawat pendek.
Aktivitas lain yang saya
lakukan adalah menunggui padi-padi dari serbuan para burung di sorehari selepas
sekolah, di saat biji-biji padi itu mulai menguning. Seingat saya, saya suka
sekali duduk (mungkin dari situlah saya terbiasa merenung dalam kesendirian) di
dekat serimbun pohon bambu yang tumbuh rindang dan asri di dekat sawah. Saya
juga menarik ujung tali yang saya pegang, beberapa meter tali yang ujung
lainnya yang terikat ke orang-orangan sawah yang dibuat oleh ibu saya. Kami
menyebut orang-orangan sawah dari jerami, bilahan-bilahan bambu, dan kain-kain
bekas itu, dengan nama jejodog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar