Abstrak:
“Benarkah Al-Qur’an mencontek Bible (semisal mencontek Perjanjian Lama)? Sebab,
dalam banyak tempat dan konteks, Al-Qur’an justru mengoreksi dan membantah
Bible dan menarasikan apa yang tidak dinarasikan Bible, yang bahkan justru
melengkapi Bible itu sendiri. Pertanyaan ini diajukan terkait dengan mereka
yang mengkomparasi Al-Qur’an dan Bible dan lalu kemudian menuduh Al-Qur’an
sebagai contekan Bible, ketimbang bersikap adil untuk mengkritisi Bible itu
sendiri sembari membaca Al-Qur’an. Tulisan bagian pertama ini hanya sebagai
contoh pertama untuk membandingkan narasi Al-Qur’an dan Al-Kitab terkait
masalah tersebut.”
“Kami mendengar dari ayah-ayah
kami dan kakek-kakek kami bahwa Uzair as adalah seorang Nabi dan ia mampu
menghafal Taurat. Sungguh Taurat telah hilang dari kita dalam peperangan
Bukhtunnashr di mana mereka membakarnya dan membunuh para ulama dan para
pembaca Kitab suci itu. Ini terjadi seratus tahun lalu yang engkau katakan
bahwa engkau menjalani kematian atau engkau tidur. Seandainya engkau menghafal
Taurat, niscaya kami akan percaya bahwa engkau adalah Uzair as.”
Atau apakah (kamu tidak
memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh
menutupi atapnya. Dia berkata: ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini
setelah hancur?’, maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian
menghidupkannya kembali. Allah bertanya, ‘Berapa lama kamu tinggal di sini?’ Ia
menjawab, ‘Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Allah berfirman,
‘Sebenarnya kamu tinggal di sini selama seratus tahun lamanya; lihatlah kepada
makanan dan minumanmu yang belum berubah; dan lihatlah kepada keledaimu itu
(yang telah menjadi tulang-belulang): Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan
Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, kemudian
Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.’ Maka
tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati)
dia pun berkata: ‘Aku yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’ (Al-Qur’an
Surah Al-Baqarah ayat 259).
Dikatakan bahwa Uzair as adalah
seorang Nabi dari nabi-nabi Bani Israil. Dia-lah yang menjaga Taurat, lalu
terjadilah peristiwa yang sangat mengagumkan padanya. Allah SWT telah
mematikannya selama seratus tahun kemudian ia dibangkitkan kembali. Selama
Uzair as tidur satu abad penuh, terjadilah peperangan yang didalangi oleh
Bakhtansir di mana ia membakar Taurat. Tidak ada sesuatu pun yang tersisa
kecuali yang dijaga oleh kaum lelaki. Mukjizat yang terjadi pada Nabi Uzair as
adalah sumber fitnah yang luar biasa di tengah kaumnya.
Pada suatu hari, tampak bahwa
cuaca sangat panas dan segala sesuatu merasa kehausan. Sementara itu, desa yang
ditinggali oleh Uzair hari itu tampak tenang karena sedang melalui musim panas
di mana sedikit sekali aktivitas di dalamnya. Uzair berpikir bahwa kebunnya
butuh untuk diairi. Kebun itu cukup jauh dan jalan menuju ke sana sangat berat
dan disela-selai dengan kuburan. Sebelumnya, tempat itu adalah kota yang indah
dan ramai di mana penghuninya cukup asyik tinggal di dalamnya lalu ia menjadi
kota mati.
Uzair as berpikir dalam hatinya
bahwa pohon-pohon di kebunnya pasti merasakan kehausan lalu ia menetapkan untuk
pergi memberinya minum. Hamba yang saleh dan salah seorang nabi dari Bani
Israil ini pergi dari desanya. Matahari tampak masih baru memasuki waktu siang.
Uzair as menunggang keledainya dan memulai perjalanannya. Beliau tetap berjalan
hingga sampai di kebun. Beliau mengetahui bahwa pohon-pohonnya tampak kehausan
dan tanahnya tampak terbelah dan kering. Uzair menyirami kebunnya dan ia
memetik dari kebun itu buah tin (sebagian buah tin) dan mengambil pohon anggur.
Beliau meletakkan buah tin di satu keranjang dan meletakkan buah anggur di
keranjang yang lain. Kemudian ia kembali dari kebun sehingga keledai yang dibawanya
berjalan di tengah-tengah terik matahari.
Di tengah-tengah perjalanan,
Uzair berpikir tentang tugasnya yang harus dilakukan esok hari. Tugas pertama
yang harus dilakukannya adalah mengeluarkan Taurat dari tempat persembunyiannya
dan meletakkannya di tempat ibadah. Beliau berpikir untuk membawa makanan dan
memikirkan tentang anaknya yang masih kecil, di mana beliau teringat oleh
senyumannya yang manis, dan beliau pun terus berjalan dan semakin cepat. Beliau
menginginkan keledainya untuk berjalan lebih cepat.
Lalu Uzair as sampai di suatu
kuburan. Udara panas saat itu semakin menyengat dan keledai-nya tampak
kepayahan. Tubuhnya diselimuti dengan keringat yang tampak menyala karena
tertimpa sinar matahari. Keledai itu pun mulai memperlambat langkahnya ketika
sampai di kuburan. Uzair as berkata kepada dirinya: Mungkin aku lebih baik
berhenti sebentar untuk beristirahat, dan aku akan mengistirahatkan keledai.
Lalu aku akan makan siang. Uzair as turun dari keledainya di salah satu kuburan
yang rusak dan sepi.
Semua desa itu menjadi kuburan
yang hancur dan sunyi. Uzair mengeluarkan piring yang dibawanya dan duduk di
suatu naungan. Ia mengikat keledai di suatu dinding, lalu ia mengeluarkan
sebagian roti kering dan menaruhnya di sampingnya. Selanjutnya, ia memeras di
piringnya anggur dan meletakkan roti yang kering itu di bawah perasan anggur.
Uzair as menyandarkan punggungnya di dinding dan agak menjulurkan kakinya.
Uzair as menunggu sampai roti itu tidak kering dan tidak keras.
Kemudian Uzair mulai mengamati
keadaan di sekelilingnya dan tampak keheningan dan kehancuran meliputi tempat
itu: rumah-rumah hancur berantakan dan tampak tiang-tiang pun akan hancur,
pohon-pohon sedikit saja terdapat di tempat itu yang tampak akan mati karena
kehausan, tulang-tulang yang mati yang dikuburkan di sana berubah menjadi
tanah. Alhasil, keheningan menyeliputi tempat itu. Uzair as merasakan betapa
kerasnya kehancuran di situ dan ia bertanya dalam dirinya sendiri: “Bagaimana Allah
SWT menghidupkan semua ini setelah kematiannya? Bagaimana Allah menghidupkan
kembali negeri ini setelah hancur?”
Uzair as bertanya: Bagaimana Allah
SWT menghidupkan tulang-tulang ini setelah kematiannya, di mana ia berubah
menjadi sesuatu yang menyerupai tanah. Uzair as tidak meragukan bahwa Allah SWT
mampu menghidupkan tulang-tulang ini, tetapi ia mengatakan yang demikian itu
karena rasa heran dan kekaguman. Belum lama Uzair as mengatakan kalimatnya itu
sehingga ia mati. Allah SWT mengutus malaikat maut padanya lalu rohnya dicabut,
sementara keledai yang dibawanya masih ada di tempatnya ketika melihat tuannya
sudah tidak lagi berdaya.
Keledai itu tetap di tempatnya
sehingga matahari tenggelam lalu datanglah waktu Subuh. Keledai itu berusaha
berpindah dari tempatnya tetapi ia terikat. Ia pun masih ada di tempatnya dan
tidak bisa melepaskan ikatannya sehingga ia mati kelaparan.
Kemudian penduduk desa Uzair as
merasa gelisah dan mereka ramai-ramai mencari Uzair as di kebunnya, tetapi di
sana mereka tidak menemukannya. Mereka kembali ke desa dan tidak menemukannya.
Lalu mereka menetapkan beberapa kelompok untuk mencarinya. Akhirnya,
kelompok-kelompok ini mencari ke segala penjuru tetapi mereka tidak menemukan
Uzair as dan tidak menemukan keledainya. Kelompok-kelompok ini melewati kuburan
yang di situ Uzair as meninggal, namun mereka tidak berhenti di situ. Tampak
bahwa di tempat itu hanya diliputi keheningan.
Seandainya Uzair as ada di sana
niscaya mereka akan mendengar suaranya. Kemudian kuburan yang hancur ini sangat
menakutkan bagi mereka, karena itu mereka tidak mencari di dalamnya.
Lalu berlalulah hari demi hari,
dan orang-orang putus-asa dari mencari Uzair as, dan anak-anaknya merasa bahwa
mereka tidak akan melihat Uzair as kedua kalinya dan istrinya mengetahui bahwa
Uzair as tidak mampu lagi memelihara anaknya dan menuangkan rasa cintanya
kepada mereka sehingga istrinya itu menangis lama sekali.
Sesuai dengan perjalanan waktu,
maka air-mata pun menjadi kering dan penderitaan makin berkurang. Akhirnya,
manusia mulai melupakan Uzair as dan mereka tetap menjalankan tugas mereka
masing-masing. Dan berjalanlah tahun demi tahun dan masyarakat mulai melupakan
Uzair as kecuali anaknya yang paling kecil dan seorang wanita yang bekerja di
rumah mereka di mana Uzair as sangat cinta kepadanya. Usia wanita itu dua puluh
tahun ketika Uzair as keluar dari desa.
Berlalulah sepuluh tahun, dua
puluh tahun, delapan puluh tahun, sembilan puluh tahun sehingga sampai satu
abad penuh. Allah SWT berkehendak untuk membangkitkan Uzair as kembali. Allah
SWT mengutus seorang malaikat yang meletakkan cahaya pada hati Uzair as
sehingga ia melihat bagaimana Allah SWT menghidupkan orang-orang mati. Uzair as
telah mati selama seratus tahun. Meskipun demikian, ia dapat berubah dari tanah
menjadi tulang, menjadi daging, dan kemudian menjadi kulit. Allah SWT
membangkitkan di dalamnya kehidupan dengan perintah-Nya sehingga ia mampu bangkit
dan duduk di tempatnya dan memperhatikan dengan kedua matanya apa yang terjadi
di sekelilingnya.
Uzair as bangun dari kematian
yang dijalaninya selama seratus tahun. Matanya mulai memandang apa yang ada di
sekelilingnya lalu ia melihat kuburan di sekitarnya. Ia mengingat-ingat bahwa
ia telah tertidur. Ia kembali dari kebunnya ke desa lalu tertidur di kuburan
itu. Inilah peristiwa yang dialaminya. Matahari bersiap-siap untuk tenggelam
sementara ia masih tertidur di waktu Dzuhur.
Uzair as berkata dalam dirinya:
Aku tertidur cukup lama. Barangkali sejak Dzuhur sampai Maghrib. Malaikat yang
diutus oleh Allah SWT membangunkannya dan bertanya: “Berapa lama kamu tinggal
di sini?”
Malaikat bertanya kepadanya:
“Berapa jam engkau tidur?” Uzair menjawab: “Aku tinggal di sini sehari atau
setengah hari.” Malaikat yang mulia itu berkata kepadanya: “Sebenarnya kamu
tinggal di sini selama seratus tahun lamanya. ” Engkau tidur selama seratus
tahun. Allah SWT mematikanmu lalu menghidupkanmu agar engkau mengetahui jawaban
dari pertanyaanmu ketika engkau merasa heran dari kebangkitan yang dialami oleh
orang-orang yang mati. Uzair as merasakan keheranan yang luar biasa sehingga
tumbuhlah keimanan pada dirinya terhadap kekuasaan Al-Khaliq (Sang Pencipta).
Malaikat berkata sambil menunjuk makanan Uzair: “Lihatlah kepada makanan dan
minumanmu yang belum berubah.”
Uzair melihat buah tin itu lalu
ia mendapatinya seperti semula di mana warnanya tidak berubah dan rasanya pun
tidak berubah. Telah berlalu seratus tahun tetapi bagaimana mungkin makanan itu
tidak berubah? Lalu Uzair as melihat piring yang di situ ia memeras buah anggur
dan meletakkan di dalamnya roti yang kering, dan ia mendapatinya seperti semula
di mana minuman anggur itu masih layak untuk diminum dan roti pun masih tampak
seperti semula, di mana kerasnya dan keringnya roti itu dapat dihilangkan
ketika dicampur dengan perasan anggur.
Uzair as merasakan keheranan
yang luar biasa, bagaimana mungkin seratus tahun terjadi sementara perasan
anggur itu tetap seperti semula dan tidak berubah. Malaikat merasa bahwa
seakan-akan Uzair masih belum percaya atas apa yang dikatakannya. Karena itu,
malaikat menunjuk keledainya sambil berkata: “Dan lihatlah kepada keledaimu itu
(yang telah menjadi tulang-belulang).”
Uzair as pun melihat ke
keledainya tetapi ia tidak mendapati kecuali ia tanah dari tulang-tulang
keledainya. Malaikat berkata kepadanya: “Apakah engkau ingin melihat bagaimana
Allah SWT membangkitkan orang-orang yang mati? Lihatlah ke tanah yang di situ
terletak keledaimu.”
Kemudian malaikat memanggil
tulang-tulang keledai itu lalu atom-atom tanah itu memenuhi panggilan malaikat
sehingga ia mulai berkumpul dan bergerak dari setiap arah lalu terbentuklah
tulang-tulang. Malaikat memerintakan otot-otot syaraf daging untuk bersatu
sehingga daging melekat pada tulang-tulang keledai. Sementara itu, Uzair as
memperhatikan semua proses itu. Akhirnya, terbentuklah tulang dan tumbuh di
atasnya kulit dan rambut.
Alhasil, keledai itu kembali
seperti semula setelah menjalani kematian. Malaikat memerintahkan agar roh
keledai itu kembali kepadanya dan keledai pun bangkit dan berdiri. Ia mulai
mengangkat ekornya dan bersuara. Uzair as menyaksikan tanda-tanda kebesaran
Allah SWT tersebut terjadi di depannya. Ia melihat bagaimana mukjizat Allah SWT
yang berupa kebangkitan orang-orang yang mati setelah mereka menjadi tulang
belulang dan tanah. Setelah melihat mukjizat yang terjadi di depannya, Uzair as
berkata: “Aku yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.“
Uzair as bangkit dan menunggangi
keledainya menuju desanya. Allah SWT berkehendak untuk menjadikan Uzair as
sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya kepada masyarakat dan mukjizat yang hidup
yang menjadi saksi atas kebenaran kebangkitan dan hari kiamat. Uzair memasuki
desanya pada waktu Maghrib. Ia tidak percaya melihat perubahan yang terjadi di
desanya di mana rumah-rumah dan jalan-jalan sudah berubah, begitu juga manusia
dan anak-anak yang ditemuinya.
Tak seorang pun di situ yang
mengenalinya. Sebaliknya, ia pun tidak mengenali mereka. Uzair as meninggalkan
desanya saat beliau berusia empat puluh tahun dan kembali kepadanya dan usianya
masih empat puluh tahun. Tetapi desanya sudah menjalani waktu seratus tahun
sehingga rumah-rumah telah hancur dan jalan-jalan pun telah berubah dan wajah-wajah
baru menghiasi tempat itu.
Uzair berkata dalam dirinya: Aku
akan mencari seorang lelaki tua atau perempuan tua yang masih mengingat aku.
Uzair as terus mencari sehingga ia menemukan pembantunya yang ditinggalnya saat
berusia dua puluh tahun. Kini, usia pembantu itu mencapai seratus dua puluh
tahun di mana kekuatannya sudah sangat merosot dan giginya sudah ompong dan
matanya sudah lemah.
Uzair as bertanya kepadanya:
“Wahai perempuan yang baik, di mana rumah Uzair as.” Wanita itu menangis dan
berkata: “Tak seorang pun yang mengingatnya. Ia telah keluar sejak seratus
tahun dan tidak kembali lagi. Semoga Allah SWT merahmatinya.” Uzair as berkata
kepada wanita itu: “Sungguh aku adalah Uzair as. Tidakkah engkau mengenal aku?
Allah SWT telah mematikan aku selama seratus tahun dan telah membangkitkan aku
dari kematian.”
Wanita itu keheranan dan tidak
mempercayai omongan itu. Wanita itu berkata: “Uzair as adalah seseorang yang
doanya dikabulkan. Kalau kamu memang Uzair as, maka berdoalah kepada Allah SWT
agar aku dapat melihat sehingga aku dapat berjalan dan mengenalmu.” Lalu Uzair
as berdoa untuk wanita itu sehingga Allah SWT mengembalikan penglihatan matanya
dan kekuatannya. Wanita itu pun mengenali Uzair as. Lalu ia segera berlari di
negeri itu dan berteriak: “Sungguh Uzair as telah kembali.”
Mendengar teriakan wanita itu,
masyarakat bingung dan merasa heran. Mereka mengira bahwa wanita itu telah
gila.
Kemudian diadakan pertemuan yang
dihadiri orang-orang pandai dan para ulama. Dalam majlis itu juga dihadiri oleh
cucu Uzair as di mana ayahnya telah meninggal dan si cucu itu telah berusia
tujuh puluh tahun sedangkan kakeknya, Uzair as, masih berusia empat puluh
tahun. Di majelis itu mereka rnendengarkan kisah Uzair as lalu mereka tidak
mengetahui apakah mereka akan mempercayainya atau mengingkarinya.
Salah seorang yang pandai
bertanya kepada Uzair as: “Kami mendengar dari ayah-ayah kami dan kakek-kakek
kami bahwa Uzair as adalah seorang Nabi dan ia mampu menghafal Taurat. Sungguh
Taurat telah hilang dari kita dalam peperangan Bukhtunnashr di mana mereka
membakarnya dan membunuh para ulama dan para pembaca Kitab suci itu. Ini
terjadi seratus tahun lalu yang engkau katakan bahwa engkau menjalani kematian
atau engkau tidur. Seandainya engkau menghafal Taurat, niscaya kami akan
percaya bahwa engkau adalah Uzair as.”
Uzair mengetahui bahwa tak
seorang pun dari Bani Israil yang mampu menghafal Taurat. Uzair as telah
menyembunyikan Taurat itu dari usaha musuh untuk menghancurkannya. Uzair as
duduk di bawah naungan pohon sedangkan Bani Israil berada di sekitarnya. Lalu
Uzair as menghapusnya huruf demi huruf sampai selesai lalu ia berkata dalam
dirinya: Aku sekarang akan mengeluarkan Taurat yang telah aku simpan.
Uzair as pergi ke suatu tempat
lalu ia mengeluarkan Taurat di mana kertas yang terisi Taurat itu telah rusak.
Ia mengetahui mengapa Allah SWT mematikannya selama seratus tahun dan
membangkitkannya kembali. Kemudian tersebarlah berita tentang mukjizat Uzair as
di tengah-tengah Bani Israil. Mukjizat tersebut membawa fitnah yang besar bagi
kaumnya. Sebagian kaumnya mengklaim bahwa Uzair as adalah anak Allah. Allah SWT
berfirman:
“Orang-orang Yahudi berkata:
‘Uzair adalah anak Allah’” (Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 30). Mula-mula
mereka membandingkan antara Musa as dan Uzair as dan mereka berkata: “Musa
tidak mampu mendatangkan Taurat kepada kita kecuali di dalam kitab sedangkan
Uzair as mampu mendatangkannya tanpa melalui kitab (tanpa dicetak).”
Setelah perbandingan yang salah
ini, mereka menyimpulkan sesuatu yang keliru di mana mereka menisbatkan kepada
nabi mereka hal yang sangat tidak benar. Mereka mengklaim bahwa dia adalah anak
Tuhan. Maha Suci Allah dari semua itu: “Tidak layak bagi Allah mempunyai anak,
Maha Suci Dia” (Al-Qur’an Surah Maryam ayat 35).
(Silahkan
bandingan riwayat dan narasi Ezra ini dengan Bible, dan silahkan lihat mana
yang utuh dan mana yang cacat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar