'Wahai putraku! Aku
melihat dalam mimpiku bahwa aku mempersembahkanmu dalam pengorbanan. Sekarang
apa pendapatmu!' (Putranya) berkata 'Wahai ayahku! Lakukanlah sebagaimana engkau
diperintahkan untuk melakukannya. Engkau akan mendapati aku, insya Allah
termasuk orang-orang yang sabar! (QS. Al-Shaffat[37]:102).
Ahmad bin Hasan Qaththan
meriwayatkan bahwa Ahmad bin Muhammad bin Sa'id Kufi telah meriwayatkan dari
Ali bin Hasan bin Fadhdhal, dari ayahnya mengatakan, “Saya bertanya kepada Abul
Hasan Ali Ridha bin Musa as tentang makna dari pernyataan Rasulullah saw, 'Aku
adalah putra dari dua pengurbanan.'
Imam Ridha as bersabda.
'Itu bermakna bahwa Rasulullah saw adalah keturunan dari Ismail bin Ibrahim
Khalilullah dan Abdullah bin Abdul Muthalib. Ismail adalah putra yang sabar
yang Allah berikan berita gembira tentang kelahirannya kepada Ibrahim as.
Kemudian, ketika putranya
itu telah mencapai usia mampu bekerja bersamanya, dia berkata, 'Wahai putraku!
Aku melihat dalam mimpiku bahwa aku mempersembahkanmu dalam pengorbanan.
Sekarang apa pendapatmu!' (Putranya) berkata 'Wahai ayahku! Lakukanlah
sebagaimana engkau diperintahkan untuk melakukannya. Engkau akan mendapati aku,
insya Allah termasuk orang-orang yang sabar! (QS. Al-Shaffat[37]:102)
Ketika dia memutuskan
untuk mempersembahkannya sebagai kurban, Allah menggantikannya dengan seekor
domba yang bagus. Domba ini telah dipelihara di area hijau segar, dan telah
digembalakan di Taman Surga selama empat puluh tahun. Dia tidak memiliki induk.
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berkata kepadanya, 'Jadi' dan dia pun tercipta
untuk digantikan dengan Ismail, Kami hanya berkata 'Jadi' dan jadilah ia (QS.
Al-Nahl[16]:40).
Apa pun yang dikorbankan
di Mina hingga Hari Kiamat akan dikorbankan atas nama Ismail. Ini adalah salah
satu dari 2 pengorbanan tersebut.
Adapun yang lainya adalah
Abdul Muthalib. Ketika itu dia bergelantungan di pintu Ka`bah dan berdoa kepada
Allah Azza wa jalla untuk diberikan sepuluh orang anak. Dia bernazar kepada
Allah Azza wa jalla bahwa dia akan mempersembahkan (mengurbankan) salah seorang
dari mereka sebagai kurban jika doanya dikabulkan.
Ketika jumlah dari
anak-anaknya menjadi sepuluh, dia membawa mereka semua di dalam Ka`bah dan
menarik undian-undian bagi nama-nama mereka. Undian tersebut jatuh pada nama
Abdullah –ayahanda Nabi Muhammad saw-- yang beliau sangat cintai. Beliau
menarik undian lagi, dan jatuh pada nama Abdullah. Maka beliau membawanya,
menahannya dan memutuskan untuk mempersembahkannya sebagai kurban.
Semua orang dari suku
Quraisy lain juga berkumpul bersama sambil menangis. Putri Abdul Muththalib
yang bernama Atikah berkata, 'Wahai ayah! Mintalah kepada Allah Azza wa jalla
untuk memaafkanmu dari mempersembahkan putramu sebagai kurban.' Abdul
Muththalib berkata, 'Wahai putriku! Bagaimana aku bisa meminta ampun untuk ini?
Engkau sudah dewasa dan cerdas.'
Atikah berkata, ' Batalkan
undian-undian mengenai putramu, dan gantilah dengan unta-untamu yang berada di
sekitar Ka`bah. Tambahkanlah jumlah unta sebanyak mungkin hingga Tuhanmu
menjadi rida dan undian jatuh pada nama unta-unta.'
Maka Abdul Muththalib
mengutus orang untuk mengambil unta-untanya. Mereka membawa unta-unta itu
semuanya ke hadapan beliau. Beliau memilih sepuluh dan menarik
undian-undiannya. Undian jatuh pada nama Abdullah. Beliau menambah sepuluh lagi
dan menarik undian-undian lagi. Dan tetap jatuh pada nama Abdullah hingga
sampai mencapai seratus unta.
Kemudian undian jatuh pada
nama unta. Orang-orang Quraisy menjadi sangat bahagia dan mengucapkan 'Allahhu
Akbar! dengan begitu keras hingga bukit bukit Tihamah bergetar.
CATATAN TAMBAHAN:
"Jika Abdul Muthalib bukan merupakan hujjah Allah dan tekad beliau
mengorbankan anaknya Abdullah berbeda dengan tekad Ibrahim as tentang putranya
Ismail as, niscaya Rasulullah saw tidak akan bangga menisbatkan dirinya dengan
kedua datuknya (Ibrahim dan Abdul Muthalib) dan beliau saw tidak akan
mengatakan 'Aku adalah putra dua pengurbanan'. Alasan Allah mencegah Ismail
dari dikorbankan merupakan alasan yang sama seperti Dia mencegah Abdullah dari
dikorbankan.
Dengan demikianlah sunnah
(tradisi) mempersembahkan seorang anak laki-laki sebagai kurban tidak ada di
antara manusia. Jika tidak, itu akan menjadi wajib bagi manusia untuk
mempersembahkan putra-putra mereka sebagai kurban pada perayaan Idul Adha
setiap tahun hingga Hari Kiamat untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa
jalla. Segala sesuatu yang dikorbankan pada Idul Adha untuk mendekatkan diri
pada Allah maka itu fidyah (kurban) untuk Ismail as.
Lihat 'Uyun Al-Akhbar Ar-Ridha 'alayhis-salam Hadits 18-1
Lihat 'Uyun Al-Akhbar Ar-Ridha 'alayhis-salam Hadits 18-1
Subhanallah!
BalasHapus