Berlalulah tahun-tahun
yang cukup panjang dari wafatnya Musa. Setelah Musa, datanglah para nabi dan
mereka telah mati dan anak-anak Israil setelah Musa telah kalah. Kitab suci
mereka pun telah hilang, yaitu Taurat, yang ditaati sebagian orang dan diinkari
sebagian lainnya. Ketika Taurat telah hilang dari dada mereka, anak-anak Israil
yang acapkali durhaka dan aniaya, maka ia pun tercabut dari tangan mereka.
Musuh-musuh mereka menguasai Peti Perjanjian (The Ark) yang di dalamnya
terdapat peninggalan keluarga Musa dan Harun.
Anak-anak Israil keturunan
Ya’kub pun terusir dari keluarga mereka dan dari rumah mereka ke negeri-negeri
asing. Di negeri-negeri asing itu, keadaan mereka acapkali sungguh sangat
tragis. Kenabian telah terputus dari cucu Lawi (Levi), dan tak tersisa dari
mereka kecuali seorang wanita yang hamil yang berdoa kepada Allah agar Dia
memberinya anak laki-laki. Kemudian ia, wanita itu, melahirkan anak laki-laki
dan menamainya dengan nama Asymu'il yang dalam bahasa Ibrani berarti Ismail, ‘yakni
Allah mendengar doaku’.
Tatkala anak itu tumbuh
dewasa, sang ibu tercinta mengirimnya ke tempat ibadat, dan menyerahkannya
kepada seorang lelaki saleh agar belajar kebaikan dan ibadah darinya. Anak itu
berada di sisinya. Pada suatu malam—ketika ia tidur, ia mendengar ada suara yang
datang dari sisi tempat ibadat tersebut.
Ia pun lau terbangun dan
terjaga dalam keadaan ketakutan dan mengira bahwa syaikh atau gurunya
memanggilnya. Ia segera menuju gurunya dan bertanya: "Apakah engkau memang
memanggilku?" Guru itu tidak ingin menakut-nakutinya maka ia berkata:
"Ya, ya." Dan sang anak itu pun tidur kembali. Namun kemudian suara
itu lagi-lagi memanggilnya untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya hingga ia pun
kembali terbangun, dan saat itulah ia melihat malaikat Jibril memanggilnya:
"Tuhanmu telah
mengutusmu kepada kaummu."
Dan pada suatu hari, Bani
Israil menemui nabi yang mulia ini. Mereka bertanya kepadanya: "Tidakkah
kami orang-orang yang teraniaya?" Dia menjawab: "Benar." Mereka
berkata: "Tidakkah kami orang-orang yang terusir?" Dia menjawab:
"Benar." Mereka mengatakan: "Kirimkanlah untuk kami seorang raja
yang dapat mengumpulkan kami di bawah satu bendera (panji) agar kita dapat
berperang di jalan Allah dan agar kita dapat mengembalikan tanah kita dan
kemuliaan kita."
Nabi mereka itu berkata
kepada mereka, dan tentu ia lebih tahu daripada mereka: "Apakah kalian
yakin akan menjalankan peperangan jika diwajibkan peperangan atas kalian?"
Mereka menjawab:
"Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah sedangkan kami telah terusir
dari negeri kami, dan anak-anak kami pun terusir serta keadaan kami makin
memburuk."
Nabi mereka pun kembali
berkata: "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi telah mengutus Thalut
sebagai penguasa bagi kalian." Mereka berkata: "Bagaimana ia menjadi
penguasa atas kami sedangkan kami lebih berhak mendapatkan kekuasaan itu
daripadanya. Lagi pula, ia bukan seorang yang kaya, sedangkan di antara kami
ada orang yang lebih kaya daripadanya."
Nabi mereka berkata:
"Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi memilihnya atas kalian karena ia
memiliki keutamaan dari sisi ilmu dan fisik. Dan Allah memberikan kekuasaan-Nya
kepada siapa pun yang Dia kehendaki."
Mereka berkata: "Apa
tanda kekuasaan-Nya?" Nabi mereka menjawab: "Kitab Taurat yang
dirampas musuh kalian akan kembali kepada kalian. Kitab itu akan dibawa oleh
para malaikat dan diserahkan kepada kalian. Ini adalah tanda
kekuasaan-Nya."
Mukjizat tersebut
benar-benar terjadi di mana pada suatu hari Taurat kembali kepada mereka.
Pembentukan pasukan Thalut
pun dimulai. Kala itu Thalut telah menyiapkan tentaranya untuk memerangi Jalut
(Goliath). Tak ragu lagi, Jalut (Goliath) adalah seseorang yang perkasa dan
penantang yang hebat di mana tak seorang pun mampu mengalahkannya. Pasukan
Thalut telah siap. Pasukan berjalan dalam waktu yang lama di tengah-tengah
gurun dan gunung sehingga mereka merasakan kehausan.
Raja Thalut berkata kepada
tentaranya: "Kita akan menemui sungai di jalan. Barangsiapa yang
meminumnya maka hendaklah ia akan keluar dari pasukan dan barangsiapa yang
tidak mencicipinya dan hanya sekadar membasahi kerongkongannya maka ia akan
dapat bersamaku dalam pasukan."
Akhirnya, mereka mendapati
sungai dan sebagian tentara minum darinya dan kemudian mereka keluar dari
barisan tentara. Thalut telah menyiapkan ujian ini untuk mengetahui “siapa di
antara mereka yang menaatinya dan siapa yang membangkangnya, siapa di antara
mereka yang memiliki tekad yang kuat dan mampu menahan rasa haus dan siapa yang
memiliki keinginan yang lemah dan gampang menyerah”.
Thalut berkata kepada
dirinya sendiri: "Sekarang kami mengetahui orang-orang yang pengecut
sehingga tidak ada yang bersamaku kecuali orang-orang yang berani."
Tentu saja, dalam
peperangan, jumlah pasukan memang berpengaruh, tetapi yang paling penting dalam
pasukan adalah sifat keberanian dan iman (tekad dan rasa percaya diri yang
kokoh dan kuat), bukan semata-mata jumlah dan senjata.
Kemudian datanglah
saat-saat yang menentukan bagi pasukan Thalut. Mereka berdiri di depan pasukan
musuhnya, Jalut (Goliath). Jumlah pasukan Thalut sedikit sekali tetapi pasukan
musuh sangat banyak dan kuat.
Sebagian orang-orang yang
lemah dari pasukan Thalut berkata: "Bagaimana mungkin kita dapat
mengalahkan pasukan yang perkasa itu?" Kemudian orang-orang mukmin (yang
kuat iman dan tekad serta kepercayaan dirinya) dari pasukan Thalut menjawab:
"Yang penting dalam pasukan adalah keimanan dan keberanian. Berapa banyak
kelompok yang sedikit mampu mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah
Yang Maha Tinggi." Allah SWT berfirman:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka
berkata kepada seorang nabi mereka: 'Angkatlah untuk kami seorang raja agar
kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah. Nabi mereka menjawab:
'Mungkin sekali jika kamu diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.'
Mereka menjawab: 'Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal kami
sesungguhnya telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami.'
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali
beberapa orang yang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui
orang-orang yang lalim. Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya
Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.' Mereka menjawab: 'Bagaimana
Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalihan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?' (Nabi mereka)
berkata: 'Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahi
ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.' Allah memberikan pemerintahan kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui. Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya tanda ia
akan menjadi raja, ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga
Harun; Tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. Maka tatkala Thalut keluar
membawa tentaranya, ia berkata: 'Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan
suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku.
Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia
adalah pengikutku. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah
menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: 'Tak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut (Goliath) dan tentara-nya.'
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: 'Berapa
banyak yang terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.'" (QS. Al-Baqarah: 246-249). (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar