Penting untuk diketahui, tulisan
Yahudi masa pra-pengasingan (pre exile) adalah berbahasa Kanaan
(Funisia/Fenisia). Ketika bahasa Aram menjadi bahasa dominan kawasan Timur
Dekat kuno, orang-orang Yahudi mengadopsi bahasa ini dan segera mengambil
tulisannya juga yang saat itu dikenal sebagai bahasa Asyur.
`Tulisan Asyur' ini disebut
demikian karena asalnya merupakan bentuk Aram dari `Tulisan berbahasa Funisia
(Fenisia)' yang telah jamak digunakan dan dipraktikkan sebagai bahasa dan
budaya dominan sejak abad ke-8 Sebelum Masehi, dan kemudian dibawa kembali oleh
orang-orang Yahudi kala pulang dari Pengasingan. Square script (tulisan
persegi) adalah berasal dari bentuk alfabet ini.
Hal penting lainnya untuk
diperhatikan dan dicermati adalah tulisan persegi ini secara formal tidak
dianggap sebagai tulisan Ibrani hingga terjadi karya-karya Bin Sira (Ben Sirah
atau Putra Sirah) dan Josephus (Yosefus) pada abad pertama Masehi, dan di dalam
Mishna (Mishnah) dan Talmud, yang kesemuanya merupakan perkembangan-perkembangan
yang terjadi sangat belakangan (perkembangan selanjutnya kemudian).
Persis dalam hal inilah kita layak
mengajukan pertanyaan: “Ditulis dalam bahasa apakah Perjanjian Lama itu secara
asali dan pada mulanya?” Dari informasi yang telah dipaparkan di atas, kita
telah melihat ada sebuah proses evolusi penulisan yang cukup panjang dan
mengalami fase-fase selama ratusan tahun atau memakan waktu berabad-abad, dari bahasa
Kanaan (Funisia/Fenisia), Aram (Asyur), dan akhirnya square, yang kemudian
belakangan dianggap sebagai bahasa Ibrani.
Walhasil, kita bisa menyimpulkan
bahwa, menjelang kepulangan mereka dari Pengasingan Bibel pada tahun 538
Sebelum Masehi, orang-orang Yahudi tidak mempunyai alat komunikasi tertulis apa
pun yang secara khas milik mereka sendiri, melainkan menggunakan dan
mempraktikkan bahasa dan kultur dominan dari suku-suku dan imperium-imperium
kuno. Dan menariknya, sebagai contoh, Wurthwein menggabungkan alphabet Kanaan
ini seraya menegaskan, "Ini adalah tulisan Funisia-Ibrani kuno,
pendahulu setnua alfabet yang terdahulu maupun kini."
SUMBER-SUMBER
YANG BERASAL DARI YAHUDI
Sebagaimana kebiasaan untuk
mencari pengaruh dari sumber-sumber yang tersembunyi dalam Al-Qur'an (suatu
topik yang akan dibicarakan kemudian)
melalui esai dan tulisan panjang ini, perlu dikemukakan bahwa para sarjana
Barat di masa lalu telah sibuk mencari sumber-sumber Taurat (Biblikal).
Julius Welhausen (1844-1918),
sebagai misal, menjelaskan empat asal yang utama: J (narasi Profetik Yahwistik,
± 850 S.M.); E (narasi Profetik Elohistik, ± 750 S.M.); D (Deuteronomy dan
catatan-catatan Deuteronomik di lain tempat, ± 600 S.M.); dan P (the Priestly
Code, Kode Imam, terpresentasikan secara khusus dalam Imamat dan dalam
pembaruan-pembaruan di lain tempat, ± 400 S.M.). Pada saat yang sama, sumber-sumber
yang lain juga sudah ditemukan, dan kesemuanya menurut dugaan (anggapan),
berasal Yahudi.
SUMBER-SUMBER
YANG BERASAL DARI NON-YAHUDI
Berdasarkan sejumlah kenyataan
tersebut, bagaimana pun, dilema terbesar yang kita hadapi adalah ditemukannya
tulisan-tulisan (karya-karya serupa) di dalam sumber-sumber non-Yahudi, yang
sebagiannya (tak jarang dalam prosentase yang signifikan) mendahului Perjanjian
Lama, tidak kurang dari lima abad sebelumnya. Menurut Keluaran 20, Tuhan secara
verbal memproklamasikan Sepuluh Perintah (The Ten Commandments) dan
menuliskannya di atas dua lempengan batu, dan menyerahkannya kepada Musa di
Gunung Sinai.
Di sini, yang tak boleh kita
lupakan adalah kumpulan tulisan-tulisan yang sangat serupa adalah, tentu saja,
Kode Hammurabi (The Code of Hammurabi), tertanggal kurang lebih pada tahun 1700
S.M.), di mana penting untuk diperhatikan bahwa yang begitu mencolok adalah
kesamaan yang terdapat pada pernyataan-pernyataan awal yang menunjukkan bahwa
Kode Perjanjian (The Covenant Code) diambil atau dipinjam dari hukum Hammurabi
(Kode Hammurabi) tersebut.
Singkat kata, yang dalam hal ini
anggaplah sebagai sebuah kesimpulan historis dan tekstual, bisa dipahami bahwa
kedua kode tersebut (Ten Commandments dan Kode Hammurabi) berasal dari sebuah
latar-belakang legislasi yang sama yang tersebar luas, di mana Kode Hammurabi
telah lebih dulu dipraktikkan secara politis dan kultural yang disokong
(dipaksakan) oleh imperium yang berkuasa).
Meskipun kode Ibrani (Ten
Commandments) ini tanggalnya lebih belakangan, dalam hal-hal tertentu kode ini
dalam karakternya lebih simpel dan primitif daripada kode Hammurabi. Ketika
tentu tidak boleh lupa, bahwa orang-orang Yahudi selama berabad-abad hidup
dalam sejumlah imperium Mesopotamia, Assyria, dan bahkan Persia. Terakhir, penting
juga dikemukakan contoh lain yang mengundang kuriositas tersendiri adalah yang
bersumber dari tulisan-tulisan yang ditemukan di Ras Syamra (kini di Suriah,
yang saat ini tengah diganyang aliansi Amerika, Israel, Turki, Rezim Al-Saud
dkk itu).
(Foto: Orang Yahudi, Lukisan: Orang-orang
Yahudi menghadap Raja Cyrus II The Great atau Zulkarnain dari Dinasti Achamenid
Persia, Film: Pernikahan Esther dengan Raja Xerxes atau Kaisar Ahasveros di
Persia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar