(Lukisan: Wild Flowers at
the Top of the Mountain karya Julian Lesser)
Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2008)
Jika bunga-bunga tebing mekar kembali
dan menguning di awal musim
–dan secercah cahaya mengerdip,
aku senantiasa percaya
makna-makna yang akan kau tulis
pada selembar kertas
takkan cukup bercerita
tentang langkah-langkah dan jejak.
Atau tentang kisah-kisah masa
kanak
yang kau rajut kembali tanpa henti
pada sebuah diari.
Dan jika pun kau mau, tulislah
satu dua sajak
seolah mereka adalah jiwamu
yang selalu setia di saat-saat
riangmu.
Demikian bila kau sendiri pergi
dan tak menemu apa yang hilang
di antara dongeng-dongeng jelang tidur.
Meski acapkali kau pun gundah
dan tak sanggup menolaknya sebagai kata.
Seperti juga semua kerapuhan hidup
yang membuatmu takut.
Meski jarum-jarum matahari
senantiasa meresap pada tanah
juga pada daun-daun.
Seperti juga mengeringkan
apa yang mereka sentuh,
membakar rambutmu-rambutku,
menjelma tangan-tangan usia
yang tak pernah kita tahu kapan ia pergi
dan kapan ia datang kembali.
Seringkali aku pun tak paham
kenapa anugerah hidup mesti meminta
kehilangan. Seringkali saat pagi hari,
kupandangi kelengangan
di antara para unggas yang sibuk
menancapkan paruh mereka
pada air dan lumpur. Bermain-main
cahaya yang memantul
di mata mereka.
Dan jika pun ingin bertanya tentang hidup,
kuyakin aku tak punya jawabnya.
Sebab seringkali apa pun yang kupikirkan,
seringkali aku pun lupa menyaksikan
sesuatu yang berharga pada yang biasa saja
pada apa yang tak kusadari
sebagai yang paling nyata.
Dan kau sadar betapa banyak
yang datang tanpa kehendakku
sebanyak yang hilang tanpa sepengetahuanmu
dan raguku. Seperti saat kau tidur
dan memejamkan matamu
pada lembut telapak tanganmu.
Seperti saat kunyanyikan lagu-laguku
sembari kupandangi lampu yang mengilau
urai rambutmu. Dan seakan aku tak percaya
betapa keindahan selalu luput
saat aku hanya memikirkannya.
Dan ketika segala yang padam
tiba-tiba menyala
saat itulah kutahu kau ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar