Soal Tuduhan Hubungan Gelap FPI-Polisi-Intelijen
Yahya Assagaf kembali jadi sumber gosip dalam tema ini. Kata telegram, Yahya punya hubungan yang cukup baik dengan FPI sehingga bisa membisikkan sejak awal ke kalangan diplomat Amerika di Jakarta kalau FPI bakal menggelar ‘vandalisme’ di depan Kedutaan pada 19 Februari.
Yahya Assagaf kembali jadi sumber gosip dalam tema ini. Kata telegram, Yahya punya hubungan yang cukup baik dengan FPI sehingga bisa membisikkan sejak awal ke kalangan diplomat Amerika di Jakarta kalau FPI bakal menggelar ‘vandalisme’ di depan Kedutaan pada 19 Februari.
(CatatanIslam Times:
informasi ini mungkin bisa menjawab keheranan banyak kelangan kenapa diplomat
Amerika di Jakarta begitu sigap dan siap merekam kekerasan yang terjadi di luar
pagar kedutaan tempo hari).
Yahya, kata telegram,
sebelumnya juga membisikkan kalau boss besar Polisi Indonesia kala itu, Sutanto
(kini Kepala BIN), telah mengalokasikan sejumlah dana ke FPI namun pasca
insiden itu, dia memutuskan menghentikannya. Yahya, saat ditanya oleh diplomat
Amerika di Jakarta kenapa Sutanto mau berbuat seperti itu, menjawab kalau
Sutanto mendapati FPI baik jika bisa menjadi “anjing penyerang”.
Saat dikejar dengan
pertanyaan kegunaan FPI bagi Sutanto, mengingat polisi juga bisa mengintimidasi
(jika mau), Yahya lalu menggambarkan FPI sebagai alat multiguna yang bisa
menyelamatkan ‘aparat keamanan’ dari kena kritik sebagai pelanggar hak asasi.
Dia juga bilang kalau kebijakan aparat keamanan mendanai FPI sudah jadi sebuah
“tradisi”. Kata Yahya, Ali As’ad, bekas deputi BIN, adalah tokoh intelejen
utama yang mendanai FPI. Yahya bilang kalau dana FPI bersumber dari kalangan
aparat keamanan, namun sejak medio Februari, FPI mendadak kesulitan dana.
(Catatan Islam
Times: sejauh ini, setidaknya ada enam lembar telegram di WikiLeaks yang
memuat nama Yahya Assagaf. Di masing-masingnya, tercantum keterangan yang
bervariasi soal siapa dia. Dia sekali digambarkan sebagai “seorang penasihat
yang dekat dengan Kepala BIN Syamsir Siregar”, sekali sebagai “penasihat
Syamsir Siregar untuk urusan Timur Tengah, dua kali sebagai “a political
appointee at the State Intelligence Agency (BIN)”, sekali sebagai “ State
Intelligence Agency (BIN) Chairman)”, sekali sebagai “State Intelligence Agency
(BIN) official”, sekali sebagai “an assistant to State Intelligence Agency
(BIN) Chief, Syamsir Siregar”.
Sementara itu, di TempoInteraktif.com, 4 September 2011, Ketua Dewan Pengurus Pusat FPI, Munarman, menggambarkan Yahya sebagai “antek Amerika”, “pengkhianat”, penjual “informasi negara”, dan bilang kalau salah seorang anak Yahya, Hani Y Assegaf, sebagai pendiri Indonesia Israel Publik Affair Commitee (IIPAC), kelompok lobi pro Israel berbasis Jakarta, yang belakangan sempat memicu kontroversi dengan mengusung rencana Perayaan Hari Kemerdekaan Israel di Jakarta.
Kendati, sumber-sumber Islam Times di jalur keamanan non-formal menegaskan kalau Yahya Assagaf bukan personel BIN meski lembaga intelijen negara pernah menggunakan ‘jasanya’ (kemungkinan dalam kaitannya kontak dengan pemerintah Israel). Seorang sumber menggambarkan Yahya sebagai warga keturunan Arab kelahiran Jawa Tengah yang tak memiliki “darah Assegaf”, punya koneksi luas di dalam dan luar negeri (termasuk Eropa dan Israel), dan “tak tersentuh” bahkan oleh pejabat BIN yang masih aktif sekalipun. Sejauh ini belum ada respon dari intelijen negara sementara polisi telah menyatakan bantahan keras atas tuduhan mereka ‘memelihara’ FPI.)
Soal Majalah Playboy dan FPI
Sumber gosip tema ini adalah Ponti Carolus Pandean, bos PT Velvel Silver Media, penerbit Majalah saru Playboy. Telegram bilang kalau Ponti berbicara ke diplomat Amerika di Jakarta kalau dia beberapa kali mencoba ‘membeli’ petinggi FPI demi kelancaran peluncuran perdana majalahnya. Ponti, digambarkan masih tercatat sebagai Deputi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat hingga 2005), pernah menyerahkan sekitar US$ 1.500 ke Rizieq Shihab, boss besar FPI, sebagai kompensasi Rizieq bersedia diwawancarai.
Sementara itu, di TempoInteraktif.com, 4 September 2011, Ketua Dewan Pengurus Pusat FPI, Munarman, menggambarkan Yahya sebagai “antek Amerika”, “pengkhianat”, penjual “informasi negara”, dan bilang kalau salah seorang anak Yahya, Hani Y Assegaf, sebagai pendiri Indonesia Israel Publik Affair Commitee (IIPAC), kelompok lobi pro Israel berbasis Jakarta, yang belakangan sempat memicu kontroversi dengan mengusung rencana Perayaan Hari Kemerdekaan Israel di Jakarta.
Kendati, sumber-sumber Islam Times di jalur keamanan non-formal menegaskan kalau Yahya Assagaf bukan personel BIN meski lembaga intelijen negara pernah menggunakan ‘jasanya’ (kemungkinan dalam kaitannya kontak dengan pemerintah Israel). Seorang sumber menggambarkan Yahya sebagai warga keturunan Arab kelahiran Jawa Tengah yang tak memiliki “darah Assegaf”, punya koneksi luas di dalam dan luar negeri (termasuk Eropa dan Israel), dan “tak tersentuh” bahkan oleh pejabat BIN yang masih aktif sekalipun. Sejauh ini belum ada respon dari intelijen negara sementara polisi telah menyatakan bantahan keras atas tuduhan mereka ‘memelihara’ FPI.)
Soal Majalah Playboy dan FPI
Sumber gosip tema ini adalah Ponti Carolus Pandean, bos PT Velvel Silver Media, penerbit Majalah saru Playboy. Telegram bilang kalau Ponti berbicara ke diplomat Amerika di Jakarta kalau dia beberapa kali mencoba ‘membeli’ petinggi FPI demi kelancaran peluncuran perdana majalahnya. Ponti, digambarkan masih tercatat sebagai Deputi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat hingga 2005), pernah menyerahkan sekitar US$ 1.500 ke Rizieq Shihab, boss besar FPI, sebagai kompensasi Rizieq bersedia diwawancarai.
Kata Ponti lagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awalnya setuju diinterview di edisi perdana Playboy. Presiden, katanya lagi, juga awalnya setuju hadir dalam peluncuran perdana majalah di Bali (sekalipun belakangan batal seiring pecahnya kontroversi akibat kehadiran majalah). Kata Ponti, Presiden Susilo sempat memberi sumbang saran agar wanita yang pose syurnya terpajang di majalah itu bukan warga Indonesia.
Soal Keinginan Agung Laksono Merintis Poros Jakarta-Tehran
Sumber gosip soal ini adalah Arief Budiman, yang dalam telegram digambarkan sebagai boss Kelompok Intelektual Muda Partai Golkar. Kata Arief, Ketua DPR kala itu, Agung Laksono, sempat berkonsultasi dengan figur terkenal Syi’ah di Indonesia, Jalaluddin Rakhmat, menjelang kunjungannya ke Teheran. Agung kabarnya mengharapkan ada jalinan kerjasama antara DPR dan parlemen di Iran, dan mengharapkan Jalaluddin Rakhmat bisa membantu dengan menggalang dukungan via majelis ulama di Iran. Arief, kata telegram, mengklaim kalau Agung terlihat simpatik pada proyek pembangkit listrik nuklir Iran dan percaya kalau langkah pemerintah Iran di bidang itu sepenuhnya dalam tujuan damai.
Soal Hubungan PKS-Hamas-Ikhwanul Muslimin
Telegram bilang kalau Zulkiflimansyah, anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, mengklaim kalau PKS, dalam kontak-kontaknya dengan pihak Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Hamas di Palestina, mendorong kelompok-kelompok itu untuk menggapai kekuasaan via pemilu. Zulkiflimansyah, kata telegram, menyebut Anis Matta sebagai kanal komunikasi utama partai dengan Hamas dan Ikhwan di Mesir.
Soal Fuad Bawasyir dan Al-Irsyad
Telegram bilang kalau diplomat Amerika sempat bersua (bertemu) Fuad Bawazier dan menanyakan kabar burung kedekatannya dengan organisasi Al-Irsyad. Fuad, kata telegram, bilang dia tak punya koneksi apapun, meski pernah sempat mencoba mendamaikan faksi-faksi dalam organisasi tersebut. Di bagian ini, gosip lain bersumber dari Yahya Assagaf (digambarkan sebagai pejabat BIN). Telegram bilang kalau Yahya percaya kalau dalam Al-Irsyad ada veteran Perang Afghanistan dan sekitar 50 orang di antara anggota organisasi itu telah menerima pelatihan militer di Yaman. Yahya bilang bakal sulit bagi pemerintah memberangus Al Irsyad sebab Jaksa Agung Abdurrahman Saleh adalah anggota organisasi.
Soal Kemampuan Berbahasa Inggris Hadi Utomo
Bagian ini bukan gosip. Telegram bilang Duta Besar Amerika bersua bos besar Partai Demokrat, Hadi Utomo, dan para pejabat senior partai lainnya, di markas besar partai. Kata telegram, bahasa Inggris Hadi pas-pasan. Tiap kali pembicaraan berpusar pada soal politik, dia memilih menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan dalam pertemuan yang digambarkan dalam telegram sebagai “informal”, Hadi berpatokan pada tulisan yang telah dikonsep sebelumnya dan memilih ‘menitip’ pertanyaan ke bawahannya untuk duta Amerika.
Soal Suripto: Pengaruh dan Latar Belakang
Gosip soal ini bersumber dari “seorang bekas pejabat Kementrian Pertanian”. Kata telegram, selepas Anton Apriyantono jadi Menteri Pertanian, Ketua Dewan Pakar PKS, Suripto, menempatkan orang-orang PKS di beberapa posisi eselon satu di kementrian, demi memastikan adanya loyalitas pada partai. Sumber lain gossip dalam tema ini adalah Hariman Siregar. Kata telegram, diplomat Amerika bersua (bertemu) dengan Hariman mendiskusikan ‘tuduhan’ kalau Suripto ikut terlibat dalam Kerusuhan Malari 1972. Hariman lalu bilang ke diplomat Amerika kalau Suripto tak ikut dalam kejadian itu, sekalipun rumor bilang sebaliknya. Kendati, kata Hariman, rumor bahwa Suripto tersangkut kejadian itu menjadi penyebab istri Suripto sakit dan akhirnya meninggal. Hariman mengklaim kalau Suripto adalah tangan kanan Fuad Hassan saat Fuad menjabat Menteri Pendidikan (1985-1993). Telegram bilang kalau anggota DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, Amris Hassan (anak Fuad Hassan), telah berbicara ke diplomat Amerika di Jakarta dan bilang kalau Fuad dan Suripto punya hubungan dekat. Amris juga menggambarkan ke diplomat Amerika kalau Suripto punya koneksi terbaik ke seluruh spektrum organisasi mahasiswa, dari ekstrim kiri hingga ekstrim kanan.
Soal Koneksi Penasihat Presiden ke Kubu Megawati
Telegram bilang kalau penasihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, T.B. Silalahi, membisikkan ke diplomat Amerika di Jakarta kalau dia telah berulang kali membujuk Megawati Soekarnoputri untuk bertemu Presiden Susilo Bambag Yudhoyono, namun Megawati selalu menolak. Telegram lalu menyebut alternatif kanal hubungan Silalahi ke Megawati: Puan Maharani (putri Megawati), Guruh Soekarnoputra dan Tjahjo Kumolo, politisi senior PDI-P.
Soal Hendropriyono Mengincar Kursi Gubernur Jakarta?
Sumber gosip soal ini adalah Yahya Assagaf. Telegram bilang kalau Yahya pernah mendengar sendiri dari bekas Kepala BIN, Hendropriyono, pada akhir 2005 kalau dia mengincar jabatan Gubernur DKI Jakarta pada Pemilu 2007. Kata telegram, sejak saat itu Yahya tak pernah lagi mendengar kabar lain soal rencana ini. Informan-informan diplomat Amerika lainnya bilang kalau Hendropriyono memang pernah serius dengan ide itu, namun hanya sedikit yang menyokong. (Bersambung ke Bag. 4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar