Kamis, 28 Mei 2015

Kisah Siswi Karina Ke-17


Hak cipta ©Sulaiman Djaya

Pertempuran antara para pemuda kota Ramad yang dikomadani oleh Ghasim dengan pasukan Siis yang terkenal bengis dan brutal itu terus berlangsung dengan gigih dan seru, bagai tak kenal lelah satu sama lainnya hingga tak menyempatkan diri mereka untuk melakukan jeda barang sejenak saja. Di saat para pemuda kota Ramad yang dipimpin Ghasim itu terus menghujani pasukan Siis dengan batu, panah, dan apa saja yang dapat mereka lemparkan ke arah lawan-lawan mereka, pasukan Siis yang sebagian menunggangi gajah-gajah raksasa itu terus merangsek dan berusaha memadamkan benteng api yang menghalangi mereka untuk memasuki kota Ramad yang dipertahankan oleh para penduduknya dengan gigih tersebut.

Sungguh pertempuran itu adalah pertempuran yang dapat dibilang sebagai perang kesumat antara dua kubu, di mana kubu yang satu berusaha menyerang tak ubahnya satu tim atau kesebelasan sepakbola yang sangat agressif berusaha memasukkan bola ke gawang lawannya, sementara kubu yang lainnya berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan dirinya, yang juga tak ubahnya satu tim atau satu kesebelasan sepak-bola yang merasa kewalahan menahan laju pergerakan tim yang menjadi lawannya, yang terus menyerang mereka itu.

Pada saat itu, sebagian pasukan pemanah di kubu pasukan Siis mulai menghujani para pemuda kota Ramad yang dipimpin Ghasim itu dengan anak-anak panah mereka, dan kala itu pulalah sejumlah pemuda Ramad mulai tersungkur, dan nyala api benteng api pertahanan mereka tak lagi menyala dengan besar. Benteng api yang menghalangi pasukan Siis itu tampak akan segera padam, dan memang tak berapa lama setelah pasukan Siis itu meluncurkan anak-anak panah mereka, benteng api yang dibuat para pemuda Ramad itu pun mulai padam, dan sejumlah pasukan Siis mulai berhasil menembus benteng api tersebut.

Namun, persis pada saat itulah, sejumlah pasukan burung-burung besar tiba-tiba telah berada di atas pasukan Siis sehingga seakan-akan tempat alias medan pertempuran tersebut menjadi gelap, dan burung-burung besar tersebut menghujani batu-batu yang dipegang cakar mereka ke arah pasukan Siis, sementara para penunggangnya menghujani pasukaan Siis dengan panah-panah mereka.

Bukan kepalang gembiranya Ghasim dan para pemuda di kota Ramad yang masih tersisa dengan datangnya bantuan yang tak mereka duga itu. Dengan kedatangan pasukan khusus dari negeri Farsa dan Lubnan yang dipimpin dan dikomandoi oleh Ilias itu, pasukan Siis pun kalang-kabut, berguguran, gajah-gajah mereka yang besar itu tersungkur hingga membuat para penunggangnya tewas, dan yang masih tersisa dari mereka pun melarikan diri agar dapat menyelamatkan nyawa dan tubuh mereka.

Setelah berhasil membuat kalang-kabut garnisun alias rombongan pertama pasukan Siis itu, burung-burung besar itu mendaratkan dirinya di bumi, dan pada saat itu pula para penunggangnya menginjakkan kakinya di tanah, di mana pada saat itu, mereka turut membantu para korban, memperbaiki yang rusak, mengobati yang terluka, dan melakukan apa saja yang dapat mereka lakukan saat itu.

Mereka tak berusaha mengejar pasukan Siis yang melarikan diri, karena mereka mematuhi perintah Ilias, agar pasukan Siis yang kabur dan melarikan diri itu dapat mengabarkan nasib kawan-kawannya kepada pasukan Siis lainnya di negeri Najdor, bahwa upaya untuk menaklukkan dan menguasai negeri Suryan tak semudah yang mereka bayangkan dan tak segampang yang mereka harapkan. Dengan strategi membiarkan mereka yang melarikan diri itu pula Ilias sebenarnya berusaha menanamkan rasa takut dan gentar kepada para musuh yang berusaha melakukan kejahatan dan mereka yang berusaha menjajah negeri lain tanpa hak.

Tentu saja, Ilias juga sadar bahwa garniusn lainnya dari pasukan Siis yang jauh lebih kuat dan dengan persenjataan yang lebih canggih akan kembali menyerang negeri Suryan, mengingat ia juga tahu bahwa pasukan Siis itu hanyalah pion sejumlah negeri yang membiayai dan mempersenjatai mereka, yaitu negeri Amarik, negeri Asrail, negeri Angland, negeri Najdan dan sejumlah negeri dan pemimpin yang menjadi koalisi mereka. Dan karena itulah Ilias berusaha meyakinkan para pemuda Ramad agar mempersiapkan diri bagi kemungkinan datangnya serangan yang lebih hebat dibanding yang terjadi pada hari itu.

Kepada para pemuda di kota Ramad itu Ilias juga mengatakan bahwa mulai saat itu ia dan sejumlah pasukannya akan melatih mereka sejumlah kecakapan, keterampilan, dan kemampuan militer, yang nantinya akan dipilihlah yang terbaik diantara mereka sebagai pemimpin dan komandan mereka, sehingga di masa depan mereka dapat mempertahankan diri mereka tanpa bantuan orang lain, dengan kekuatan mereka sendiri, meski tentu saja Ilias dan pasukannya tetap akan membantu mereka jika memang pada kenyataannya masih dibutuhkan dan diperlukan. (Bersambung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar