Selasa, 09 Juni 2015

Kisah Siswi Karina Ke-19




Hak Cipta ©Sulaiman Djaya

“Sekarang engkau dan Dardan telah menjadi sahabat satu sama lain,” ujar Zipora kepada Siswi Karina yang saat itu bersama Dardan berada di hadapan Zipora yang sudah mulai tampak menua, namun tentu saja yang aneh dan ajaib adalah justru Dardan itu sendiri yang usianya telah mencapai 300 tahun tapi tetapi kuat, tangkas, gagah, dan perkasa sebagai seekor kuda perang yang telah melayani dua generasi.

“Tentu saja keakraban kami berdua berkat restumu, Zipora,” ujar Siswi Karina. “Dulu, sewaktu peperangan pertama terjadi di negeri ini,” demikian kenang Zipora, “Dardan lah yang telah menyelamatkan kami, aku, Ilias, Hagar, dan Sophia, setelah Zacharias gugur. Ketika itu sejumlah prajurit mengepung rumah kami, dan tanpa kami duga, Dardan menerjang para prajurit tersebut dengan amukannya, tanpa kami tahu dari arah mana dia datang. Ternyata dia menjalankan perintah Zacharias yang ia tinggalkan dalam keadaan sekarat sebelum akhirnya ayah anak-anakku itu menghembuskan nafas terakhirnya. Dan ketika sejumlah prajurit lain datang dengan maksud membakar rumah kami, pada saat itulah Misyaila datang dengan pasukan para burungnya dan menghempaskan para prajurit yang hendak menyerang rumah kami itu dengan menggunakan tongkat ajaib di tangannya.”

Dalam peristiwa yang diceritakan Zipora kepada Siswi Karina itu, Zacharias berjuang dan bertempur dengan gigih, sebelum Misyaila dan pasukan para burungnya datang terlambat untuk membantunya, yang akhirnya Zacharias pun gugur ketika berusaha menghadang sejumlah pasukan yang berusaha membakar rumah-rumah para penduduk negeri Telaga Kahana, hingga sebagian pasukan dari Amarik itu gugur di tangannya, sebelum ia sendiri akhirnya gugur namun masih sempat memerintahkan Dardan untuk segera menolong keluarganya sebelum Zacharias menghembuskan nafas terakhirnya dalam peperangan yang tak seimbang itu.

Saat itu Siswi Karina tampak terharu dan tersentuh dengan semua yang diceritakan Zipora kepadanya. Saat Siswi Karina bertanya kepada Zipora tentang bagaimana mulanya Misyaila mengenal dirinya, keluarganya, dan negeri Telaga Kahana, Zipora pun menceritakan bahwa Misyaila adalah gurunya sekaligus sahabatnya Pangeran Ramada, ayah Zipora atau kakeknya Ilias, Hagar, dan Sophia. Siswi Karina agak terkejut ketika mengetahui hal itu, sebab ia sendiri merasa segan dan sungkan untuk menanyakan langsung hal tersebut kepada Misyaila.

“Kini kau paham dan mengerti kenapa Misyaila begitu perhatian kepada kami,” ujar Zipora kepada Siswi Karina. “Yah, aku mengerti dan paham, Zipora,” jawab Siswi Karina, “sekarang aku paham bahwa Misyaila adalah sahabat Pangeran Ramada, yang berarti ia juga bagian dari keluarga kalian.” “Betul sekali!” Jawab Zipora.

Demikianlah yang terjadi di negeri Telaga Kahana, dan sekarang kita menuju ke kota Damas, di mana Ilias dan Jenderal Reham telah menetapkan sejumlah rencana dan strategi untuk menghadapi serangan susulan pasukan Siis pimpinan Rakab ke negeri Suryan, negeri di mana mereka berada.

Dalam kesepakatan itu, Ilias dan Jenderal Reham telah menetapkan sebuah strategi bahwa mereka akan memberi perlawanan kecil saja ketika pasukan Siis datang, yang akan memberi kesan kemenangan palsu kepada pasukan Siis dengan membiarkan mereka memenangi pertempuran dan dapat menguasai tempat dan kota-kota yang mereka incar, namun sebelum itu para penduduk kota-kota yang akan diserang pasukan Siis diharuskan untuk mengungsi. Dan tugas untuk memimpin pengungsian itu diserahkan kepada Uba Zarila. Barulah setelah itu, setelah pasukan Siis menguasai kota yang mereka taklukkan, pada saat itulah Ilias dan pasukannya juga Jenderal Reham dan pasukannya akan menyerang dan menggempur pasukan Siis.

Strategi itu ditetapkan agar Ilias dan Jenderal Reham dapat mengetahui dengan jelas tempat dan posisi peperangan dan pertempuran yang akan mereka lakukan.

Strategi dan rencana yang matang dan dingin itu tentu saja tidak dibaca oleh Rakab yang terhitung tidak memiliki pengalaman yang matang dalam dunia militer dan kancah peperangan.

Dan di negeri Najdor itu, garnisun pasukan Siis pimpinan Rakab dengan jumlah yang lebih banyak dan persenjataan yang lebih canggih telah berangkat dan meninggalkan markas mereka. Konvoi pasukan yang luar biasa besar dan banyak itu membuat tanah yang mereka injak dan mereka lewati menjadi bergetar, begitu pun pohon-pohon yang mereka lewati. Dan seperti sebelumnya, mereka pun memilih jalur laut untuk sampai ke negeri Suryan, yang mana dengan menggunakan jalur laut, kapal-kapal raksasa mereka dapat mengangkut mereka semua dan seluruh persenjataan mereka yang terbilang berat dan super canggih itu.

Hari itu, cuaca tampak cerah dan matahari bersinar dengan terang, dan kapal-kapal raksasa yang mengangkut pasukan Siis dan persenjataan mereka itu pun telah berada di lautan. (Bersambung


(Foto Atas: Militer Iran. Foto Bawah: Kapal Perang Amerika)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar