Sabtu, 08 Agustus 2015

Kisah Siswi Karina Ke-23





Hak cipta ©Sulaiman Djaya

Sementara pasukan khusus berkuda yang dilatihnya tengah menempuh perjalanan panjang mereka menuju negeri Suryan dengan harus melewati Gunung Damawand, negeri Rika dan kawasan-kawasan lainnya, Jenderal Roshtam mempersipkan diri untuk berangkat ke negeri Suryan, dan ia sengaja tidak mengatakan rencananya tersebut kepada para prajurit pilihannya demi pendidikan dan ujian tentang loyalitas.

Sebagai seorang Jenderal dan ahli strategi perang yang jenius dan berdedikasi, Jenderal Roshtam adalah tipikal seorang Jenderal yang senantiasa turun di medan peperangan, entah secara rahasia atau diketahui para prajurit dan kolega-koleganya. Selain memiliki wibawa yang besar dan kharismatik, Jenderal Roshtam juga dikenal sebagai lelaki yang berani sekaligus sabar, rendah-hati, dan sederhana. Kualitas-kualitas dirinya itulah yang membuat Raja Najad di negeri Farsa mempercayai masalah-masalah ketahanan negeri dan hubungan negeri Farsa dengan negeri-negeri lain kepadanya.

Sejak datangnya utusan khusus Ilias kepadanya itu, Jenderal Roshtam maphum bahwa anak didik kesayangannya itu tengah menghadapi bahaya yang cukup besar, di saat Ilias baru pertama-kali terjun dalam medan pertempuran yang sesungguhnya, dan karena itu ia memutuskan untuk memantau langsung medan pertempuran di negeri Suryan tersebut, meski tak mesti menyatakan niatnya tersebut kepada Ilias yang didapuknya menjadi seorang Jenderal.

Saat itu, setelah mengenakan pakaian khusus terbaiknya, ia pun menuju ke tempat rahasia yang hanya ia ketahui sendiri, ke tempat burung besar Dagaru kesayangannya berada, yaitu di lembah Wantan yang cukup jauh dari ibukota negeri Farsa, dengan mengendarai kuda. Ia lesatkan kuda kesayangannya demi mendatangi lembah Wantan di mana burung tunggangannya itu berada, dan tak butuh waktu lama, ia pun telah sampai di lembah Wantan, dan segera ia menuju sebuah gua rahasia tempat burung Dagaru, yang kebetulan tengah beristirahat di saat kedatangannya itu.

Menyadari kedatangan sahabatnya itu, si burung Dagaru pun segera bangun dan menggerak-gerakkan sepasang sayapnya yang sangat lebar dan besar, hingga menghempaskan gerakan angin yang terasa menghantam ke tubuh Jenderal Roshtam. Ia telah paham bahwa kedatangan Jenderal Roshtam itu menandakan sebuah situasi khusus yang membutuhkan bantuan dan keterlibatan dirinya sebagai seorang sahabat.

Tanpa harus menunggu perintah Jenderal Roshtam, ia pun segera merebahkan dan merendahkan diri agar Jenderal Roshtam dapat segera naik dan duduk di lehernya, dan setelah Jenderal Roshtam naik serta duduk di lehernya sembari berpegangan erat itu, ia pun segera mengepakkan sepasang sayapnya dan melesat cepat menuju arah langit yang tampak tidak terlalu panas saat itu.

Mirip sebuah pesawat tempur modern saat ini, si burung besar Dagaru itu pun tampak lebih mirip meluncur ketimbang terbang, karena kecepatan gerakan sepasang sayapnya. Bahkan sesekali ia tetap melesat, meski ia tak mengepakkan sepasang sayapnya yang perkasa dan seakan tak kenal letih itu.

Mereka terbang melintasi hutan-hutan, samudra, gunung-gunung, dan lembah-lembah di bawah mereka yang tampak seperti lukisan di mata mereka yang berada di atas, di antara gugusan awan dan mega itu. Dan tentu saja, perjalanan mereka itu lebih cepat daripada perjalanan sepuluh pasukan khusus berkuda yang diutus Jenderal Roshtam.

Dengan mengendarai si burung Dagaru itu, Jenderal Roshtam tentu juga dapat menghemat 100 kali lipat rute yang harus ditempuh sepuluh pasukan khusus berkuda yang dikirimnya ke negeri Suryan itu. Namun entah kenapa, mereka memutuskan untuk singgah ke negeri Rimela dalam perjalanan mereka tersebut, sebuah negeri di mana ibunda Jenderal Roshtam berasal meski ayahnya adalah orang Farsa.

Ternyata memang maksud singgahnya mereka ke negeri Rimela, tepatnya di desa Mazan itu, Jenderal Roshtam memang berniat mengunjungi ibundanya yang masih hidup meski usianya telah mencapai 90 tahun lebih, dan usia dirinya 50 tahun lebih, sementara ayahnya telah tiada beberapa tahun lalu.

Di sebuah tepi sungai Lina itu, si burung Dagaru pun mendarat, dan tak jauh dari tepi sungai Lina itu terdapat sebuah rumah yang tampak bersahaja meski tak buruk, yang agak sedikit menjauh dari sejumlah rumah dan hunian yang berkerumun dan berbaris di desa itu. Tanpa ditemani si burung Dagaru yang dimintanya untuk menunggu di dekat sebuah pohon besar di tepi sungai Lina itu, Jenderal Roshtam pun berjalan menuju rumah ibundanya tersebut.

Itulah sebuah rumah di mana dulu Jenderal Roshtam dilahirkan dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya, sebelum keluarganya pindah ke negeri Farsa atas keinginan ayahnya setelah seorang penguasa negeri Farsa kala itu, yaitu Radim Khan, meminta ayahnya menjadi seorang perdana menteri di negeri Farsa. Hanya saja, setelah ayahnya meninggal, ibunda Jenderal Roshtam memutuskan untuk kembali ke negeri Rimela karena terluka dengan kewafatan suaminya yang baginya terlalu cepat, meninggal dalam sebuah pertempuran kolosal melawan bangsa Loghom yang bengis dan kejam, yang kala itu menyerang negeri Farsa tanpa diduga sebelumnya. (Bersambung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar