Minggu, 19 Juli 2015

Wikileaks, Julian Assange, dan Dana Bank Century untuk Kampanye SBY (Bag. 4)





Soal Kedekatan PKS dan Menteri Kesehatan
Kata telegram, anggota Majelis Syuro PKS, Syahfan Badri, pernah bilang ke diplomat Amerika di Jakarta kalau PKS punya hubungan dekat dengan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Badri, kata telegram, bilang kalau Siti kerap mengundang anggota parlemen dari PKS untuk berkunjung ke kawasan yang kena krisis kesehatan. Telegram memberi catatan: informasi ini mengisyaratkan reputasi PKS di bidang penangangan bencana dan penyaluran bantuan).

Soal Amien Rais Mengecam Amerika
Telegram bilang kalau menurut Alvin Lie (dulunya anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional) hubungan Amien Rais dan Soetrisno Bachir memburuk pada akhir 2005. Dalam konteks itulah, kata Alvin, Amien kemudian secara sengaja fokus pada soal-soal internasional, guna membangun citra pemimpin yang berkelas sekaligus menghindari konflik dengan Soetrisno. Telegram lalu mendaftar nada-nada “anti Amerika” dalam pernyataan Amien Rais.

Amien disebutkan mengkritik invasi Amerika atas Irak dan Afghanistan, skandal penyiksaan tahanan di Irak dan Guantanamo, dan menyebut respon pemerintah Amerika pada korban Badai Katrina menunjukkan “sikap rasis”. Amin, kata telegram, juga mengingatkan pemerintah untuk menghindar dari rencana penggerebekan pesantren (disebutkan sebagai bagian dari counter-terrorisme) dan bila pemerintah berkeras dalam melakukannya maka pemerintah beresiko kena stigma sebagai “alat imperialisme Amerika Serikat.”

Soal Daftar Calon Menteri Partai Golkar
Telegram bilang kalau berdasarkan informasi dari Arief Budiman, diplomat Amerika di Jakarta mengetahui 10 nama yang diusulkan Partai Golkar saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merencanakan kocok ulang susunan kabinet. Nama-nama tersebut adalah: Theo Sambuaga (Menteri Pertahanan), Andi Mattalatta (Menteri Hak Asasi Manusia), Burhanuddin Napitupulu (Menteri Perumahan), Aulia Rachman (Menteri Hak Asasi Manusia atau Jaksa Agung), Rully Azwar (Menteri Perindustrian), Paskah Suzetta (Menteri Keuangan), Yuddy Krisnandi (Menteri Pemuda dan Olah Raga), Firman Subagio (Menteri Kooperasi), Yuniwati (Menteri Peranan Wanita), Agus Manafendi (Menteri Energi). Telegram membubuhkan catatan yang berisi ‘keyakinan’ diplomat Amerika pada Arief yang mereka anggap punya cukup akses untuk mendapatkan daftar calon menteri usulan partai dari Ketua Umum Golkar, Agung Laksono.

Soal Hubungan Mitra Tomy Winata dengan Presiden SBY
Soal ini, telegram diplomat Amerika di Jakarta ke Washington merujuk pada informasi dari Alvien Lie, anggota parlemen yang digambarkan berdarah China-Indonesia. Kata telegram, saat masa kampanye Pemilu 2004, dua warga berdarah China aktif mendorong dia untuk bergabung dalam kubu Presiden SBY.

Alvien menyebut nama: Ridwan Soeriyadi (yang digambarkan oleh diplomat Amerika sebagai punya koneksi dengan Partai Demokrat) dan Sugima Kusuma alias Sugianto Kusuma alias Aguan. Telegram bilang kalau dalam sesi terpisah, diplomat Amerika di Jakarta mendengar dari David Lin, bos Kamar Dagang dan Industri Taiwan, kalau dia kerap bertemua Aguan, dan bilang kalau Aguan adalah parner bisnis senior Tommy Winata (digambarkan dalam telegram sebagai “underworld figure”).

Lin, kata telegram lagi, mengisyaratkan kalau Aguan punya kepentingan yang sama dengan Tomy meski dia pada dasarnya lebih nyaman dalam berhubungan dengan kalangan diplomat. Telegram lalu membubuhkan catatan akhir: Pada Maret 2003, MajalahGatra mewawancarai Tommy yang isinya antara lain pernyataan Tommy kalau dia dan Sugiyanto punya hubungan.

Dalam laporan Gatra, kata telegram, Tommy menggambarkan Sugiyanto sebagai seorang “boss”. Kata telegram, ada kabar burung kalau Sugiyanto dan Tommy adalah anggota “Gang of Nine” atau “Sembilan Naga”, sindikat perjudian papan atas. (Catatan Islam Times: dalam mewartawan bagian ini, The Age sama sekali tak menyebut nama Alvien Lie dan Aguan saat menggambarkan Tomy sebagai “underworld figure”. Tomy belakangan membantah isi pemberitaan The Age). Media Australia itu terkesan hanya mengambil bagian ‘sensasional’ dan menggabungkannya dengan isi telegram lain.

The Age menulis: “In the course of investigating the President’s private, political and business interests, American diplomats noted alleged links between Yudhoyono and Chinese-Indonesian businessmen, most notably Tommy Winata, an alleged underworld figure and member of the “Gang of Nine” or “Nine Dragons,” a leading gambling syndicate.

In 2006, Agung Laksono, now Yudhoyono’s Co-ordinating Minister for People’s Welfare, told US embassy officers that TB Silalahi “functioned as a middleman, relaying funds from Winata to Yudhoyono, protecting the president from the potential liabilities that could arise if Yudhoyono were to deal with Tomy directly”.

Tomy Winata reportedly also used prominent entrepreneur Muhammad Lutfi as a channel of funding to Yudhoyono. Yudhoyono appointed Lutfi chairman of Indonesia’s Investment Co-ordinating Board.

Senior State Intelligence Agency official Yahya Asagaf also told the US embassy Tomy Winata was trying to cultivate influence by using a senior presidential aide as his channel to first lady Kristiani Herawati.”

Dari pemeriksaan telegram yang, semestinya, jadi rujukan The Age, Islam Times mendapati dua paragraf bersambung berikut yang intinya menunjukkan The Age melakukan ‘kesalahan fantastis’ dalam memahami dan memberitakan isi telegram: “(C/NF) Dave Laksono told us presidential advisor T.B. Silalahi functioned as a middleman, relaying funds from Tomy to President Yudhoyono, protecting Yudhoyono from the potential liabilities that could arise if Yudhoyono were to deal with Tomy directly.”

“(C/NF) State Intelligency Agency (BIN) official Yahya Asagaf told us that Tomy Winata was trying to cultivate influence by using Presidential Secretary Kurdi Mustofa as his channel to First Lady Kristiani Herawati. A contact from the Golkar party told us that, during the 2004 campaign, Tomy also had sought to use Muhammad Lutfi (now Chairman of the Investment Coordination Board) as a channel of funding to Yudhoyono’s campaign.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar