Sabtu, 30 Januari 2016

Raja Dawud & Hilangnya Torah (Bagian Pertama)



Berlalulah tahun-tahun yang cukup panjang dari wafatnya Musa. Setelah Musa, datanglah para nabi dan mereka telah mati dan anak-anak Israil setelah Musa telah kalah. Kitab suci mereka pun telah hilang, yaitu Taurat, yang ditaati sebagian orang dan diinkari sebagian lainnya. Ketika Taurat telah hilang dari dada mereka, anak-anak Israil yang acapkali durhaka dan aniaya, maka ia pun tercabut dari tangan mereka. Musuh-musuh mereka menguasai Peti Perjanjian (The Ark) yang di dalamnya terdapat peninggalan keluarga Musa dan Harun.

Anak-anak Israil keturunan Ya’kub pun terusir dari keluarga mereka dan dari rumah mereka ke negeri-negeri asing. Di negeri-negeri asing itu, keadaan mereka acapkali sungguh sangat tragis. Kenabian telah terputus dari cucu Lawi (Levi), dan tak tersisa dari mereka kecuali seorang wanita yang hamil yang berdoa kepada Allah agar Dia memberinya anak laki-laki. Kemudian ia, wanita itu, melahirkan anak laki-laki dan menamainya dengan nama Asymu'il yang dalam bahasa Ibrani berarti Ismail, ‘yakni Allah mendengar doaku’.

Tatkala anak itu tumbuh dewasa, sang ibu tercinta mengirimnya ke tempat ibadat, dan menyerahkannya kepada seorang lelaki saleh agar belajar kebaikan dan ibadah darinya. Anak itu berada di sisinya. Pada suatu malam—ketika ia tidur, ia mendengar ada suara yang datang dari sisi tempat ibadat tersebut.

Ia pun lau terbangun dan terjaga dalam keadaan ketakutan dan mengira bahwa syaikh atau gurunya memanggilnya. Ia segera menuju gurunya dan bertanya: "Apakah engkau memang memanggilku?" Guru itu tidak ingin menakut-nakutinya maka ia berkata: "Ya, ya." Dan sang anak itu pun tidur kembali. Namun kemudian suara itu lagi-lagi memanggilnya untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya hingga ia pun kembali terbangun, dan saat itulah ia melihat malaikat Jibril memanggilnya:

"Tuhanmu telah mengutusmu kepada kaummu."

Dan pada suatu hari, Bani Israil menemui nabi yang mulia ini. Mereka bertanya kepadanya: "Tidakkah kami orang-orang yang teraniaya?" Dia menjawab: "Benar." Mereka berkata: "Tidakkah kami orang-orang yang terusir?" Dia menjawab: "Benar." Mereka mengatakan: "Kirimkanlah untuk kami seorang raja yang dapat mengumpulkan kami di bawah satu bendera (panji) agar kita dapat berperang di jalan Allah dan agar kita dapat mengembalikan tanah kita dan kemuliaan kita."

Nabi mereka itu berkata kepada mereka, dan tentu ia lebih tahu daripada mereka: "Apakah kalian yakin akan menjalankan peperangan jika diwajibkan peperangan atas kalian?"

Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah sedangkan kami telah terusir dari negeri kami, dan anak-anak kami pun terusir serta keadaan kami makin memburuk."

Nabi mereka pun kembali berkata: "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi telah mengutus Thalut sebagai penguasa bagi kalian." Mereka berkata: "Bagaimana ia menjadi penguasa atas kami sedangkan kami lebih berhak mendapatkan kekuasaan itu daripadanya. Lagi pula, ia bukan seorang yang kaya, sedangkan di antara kami ada orang yang lebih kaya daripadanya."

Nabi mereka berkata: "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi memilihnya atas kalian karena ia memiliki keutamaan dari sisi ilmu dan fisik. Dan Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada siapa pun yang Dia kehendaki."

Mereka berkata: "Apa tanda kekuasaan-Nya?" Nabi mereka menjawab: "Kitab Taurat yang dirampas musuh kalian akan kembali kepada kalian. Kitab itu akan dibawa oleh para malaikat dan diserahkan kepada kalian. Ini adalah tanda kekuasaan-Nya."

Mukjizat tersebut benar-benar terjadi di mana pada suatu hari Taurat kembali kepada mereka.

Pembentukan pasukan Thalut pun dimulai. Kala itu Thalut telah menyiapkan tentaranya untuk memerangi Jalut (Goliath). Tak ragu lagi, Jalut (Goliath) adalah seseorang yang perkasa dan penantang yang hebat di mana tak seorang pun mampu mengalahkannya. Pasukan Thalut telah siap. Pasukan berjalan dalam waktu yang lama di tengah-tengah gurun dan gunung sehingga mereka merasakan kehausan.

Raja Thalut berkata kepada tentaranya: "Kita akan menemui sungai di jalan. Barangsiapa yang meminumnya maka hendaklah ia akan keluar dari pasukan dan barangsiapa yang tidak mencicipinya dan hanya sekadar membasahi kerongkongannya maka ia akan dapat bersamaku dalam pasukan."

Akhirnya, mereka mendapati sungai dan sebagian tentara minum darinya dan kemudian mereka keluar dari barisan tentara. Thalut telah menyiapkan ujian ini untuk mengetahui “siapa di antara mereka yang menaatinya dan siapa yang membangkangnya, siapa di antara mereka yang memiliki tekad yang kuat dan mampu menahan rasa haus dan siapa yang memiliki keinginan yang lemah dan gampang menyerah”.

Thalut berkata kepada dirinya sendiri: "Sekarang kami mengetahui orang-orang yang pengecut sehingga tidak ada yang bersamaku kecuali orang-orang yang berani."

Tentu saja, dalam peperangan, jumlah pasukan memang berpengaruh, tetapi yang paling penting dalam pasukan adalah sifat keberanian dan iman (tekad dan rasa percaya diri yang kokoh dan kuat), bukan semata-mata jumlah dan senjata.

Kemudian datanglah saat-saat yang menentukan bagi pasukan Thalut. Mereka berdiri di depan pasukan musuhnya, Jalut (Goliath). Jumlah pasukan Thalut sedikit sekali tetapi pasukan musuh sangat banyak dan kuat.

Sebagian orang-orang yang lemah dari pasukan Thalut berkata: "Bagaimana mungkin kita dapat mengalahkan pasukan yang perkasa itu?" Kemudian orang-orang mukmin (yang kuat iman dan tekad serta kepercayaan dirinya) dari pasukan Thalut menjawab: "Yang penting dalam pasukan adalah keimanan dan keberanian. Berapa banyak kelompok yang sedikit mampu mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah Yang Maha Tinggi." Allah SWT berfirman:


"Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: 'Angkatlah untuk kami seorang raja agar kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah. Nabi mereka menjawab: 'Mungkin sekali jika kamu diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.' Mereka menjawab: 'Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal kami sesungguhnya telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami.' Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang yang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang lalim. Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.' Mereka menjawab: 'Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalihan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?' (Nabi mereka) berkata: 'Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahi ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.' Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; Tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: 'Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: 'Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut (Goliath) dan tentara-nya.' Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: 'Berapa banyak yang terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.'" (QS. Al-Baqarah: 246-249). (Bersambung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar