Jumat, 29 Januari 2016

Membaca Lagi Perjanjian Lama (Tradisi Yahudi Bersumber dari Kultur & Bahasa Persia & Arab)


Penting untuk diketahui, tulisan Yahudi masa pra-pengasingan (pre exile) adalah berbahasa Kanaan (Funisia/Fenisia). Ketika bahasa Aram menjadi bahasa dominan kawasan Timur Dekat kuno, orang­-orang Yahudi mengadopsi bahasa ini dan segera mengambil tulisannya juga ­yang saat itu dikenal sebagai bahasa Asyur.

`Tulisan Asyur' ini disebut demikian karena asalnya merupakan bentuk Aram dari `Tulisan berbahasa Funisia (Fenisia)' yang telah jamak digunakan dan dipraktikkan sebagai bahasa dan budaya dominan sejak abad ke-8 Sebelum Masehi, dan kemudian dibawa kembali oleh orang-­orang Yahudi kala pulang dari Pengasingan. Square script (tulisan persegi)  adalah berasal dari bentuk alfabet ini.

Hal penting lainnya untuk diperhatikan dan dicermati adalah tulisan persegi ini secara formal tidak dianggap sebagai tulisan Ibrani hingga terjadi karya-karya Bin Sira (Ben Sirah atau Putra Sirah) dan Josephus (Yosefus) pada abad pertama Masehi, dan di dalam Mishna (Mishnah) dan Talmud, yang kesemuanya merupakan perkembangan-perkembangan yang terjadi sangat belakangan (perkembangan selanjutnya kemudian).
 
Persis dalam hal inilah kita layak mengajukan pertanyaan: “Ditulis dalam bahasa apakah Perjanjian Lama itu secara asali dan pada mulanya?” Dari informasi yang telah dipaparkan di atas, kita telah melihat ada sebuah proses evolusi penulisan yang cukup panjang dan mengalami fase-fase selama ratusan tahun atau memakan waktu berabad-abad, dari bahasa Kanaan (Funisia/Fenisia), Aram (Asyur), dan akhirnya square, yang kemudian belakangan dianggap sebagai bahasa Ibrani.

Walhasil, kita bisa menyimpulkan bahwa, menjelang kepulangan mereka dari Pengasingan Bibel pada tahun 538 Sebelum Masehi, orang-orang Yahudi tidak mempunyai alat komunikasi tertulis apa pun yang secara khas milik mereka sendiri, melainkan menggunakan dan mempraktikkan bahasa dan kultur dominan dari suku-suku dan imperium-imperium kuno. Dan menariknya, sebagai contoh, Wurthwein menggabungkan alphabet Kanaan ini seraya menegaskan, "Ini adalah tulisan Funisia-Ibrani kuno, pendahulu setnua alfabet yang terdahulu maupun kini."
 
SUMBER-SUMBER YANG BERASAL DARI YAHUDI
Sebagaimana kebiasaan untuk mencari pengaruh dari sumber-sumber yang tersembunyi dalam Al-Qur'an (suatu topik yang akan  dibicarakan kemudian) melalui esai dan tulisan panjang ini, perlu dikemukakan bahwa para sarjana Barat di masa lalu telah sibuk mencari sumber-sumber Taurat (Biblikal).

Julius Welhausen (1844-1918), sebagai misal, menjelaskan empat asal yang utama: J (narasi Profetik Yahwistik, ± 850 S.M.); E (narasi Profetik Elohistik, ± 750 S.M.); D (Deuteronomy dan catatan-catatan Deuteronomik di lain tempat, ± 600 S.M.); dan P (the Priestly Code, Kode Imam, ter­presentasikan secara khusus dalam Imamat dan dalam pembaruan-pembaruan di lain tempat, ± 400 S.M.). Pada saat yang sama, sumber-sumber yang lain juga sudah ditemukan, dan kesemuanya menurut dugaan (anggapan), berasal Yahudi.
 
SUMBER-SUMBER YANG BERASAL DARI NON-YAHUDI
Berdasarkan sejumlah kenyataan tersebut, bagaimana pun, dilema terbesar yang kita hadapi adalah ditemukannya tulisan-tulisan (karya-karya serupa) di dalam sumber-sumber non-Yahudi, yang sebagiannya (tak jarang dalam prosentase yang signifikan) mendahului Perjanjian Lama, tidak kurang dari lima abad sebelumnya. Menurut Keluaran 20, Tuhan secara verbal memproklamasikan Sepuluh Perintah (The Ten Commandments) dan menuliskannya di atas dua lempengan batu, dan menyerahkannya kepada Musa di Gunung Sinai.

Di sini, yang tak boleh kita lupakan adalah kumpulan tulisan-tulisan yang sangat serupa adalah, tentu saja, Kode Hammurabi (The Code of Hammurabi), tertanggal kurang lebih pada tahun 1700 S.M.), di mana penting untuk diperhatikan bahwa yang begitu mencolok adalah kesamaan yang terdapat pada pernyataan-pernyataan awal yang menunjukkan bahwa Kode Perjanjian (The Covenant Code) diambil atau dipinjam dari hukum Hammurabi (Kode Hammurabi) tersebut.

Singkat kata, yang dalam hal ini anggaplah sebagai sebuah kesimpulan historis dan tekstual, bisa dipahami bahwa kedua kode tersebut (Ten Commandments dan Kode Hammurabi) berasal dari sebuah latar-belakang legislasi yang sama yang tersebar luas, di mana Kode Hammurabi telah lebih dulu dipraktikkan secara politis dan kultural yang disokong (dipaksakan) oleh imperium yang berkuasa).

Meskipun kode Ibrani (Ten Commandments) ini tanggalnya lebih belakangan, dalam hal-hal tertentu kode ini dalam karakternya lebih simpel dan primitif daripada kode Ham­murabi. Ketika tentu tidak boleh lupa, bahwa orang-orang Yahudi selama berabad-abad hidup dalam sejumlah imperium Mesopotamia, Assyria, dan bahkan Persia. Terakhir, penting juga dikemukakan contoh lain yang mengundang kuriositas tersendiri adalah yang bersumber dari tulisan-tulisan yang ditemukan di Ras Syamra (kini di Suriah, yang saat ini tengah diganyang aliansi Amerika, Israel, Turki, Rezim Al-Saud dkk itu).


(Foto: Orang Yahudi, Lukisan: Orang-orang Yahudi menghadap Raja Cyrus II The Great atau Zulkarnain dari Dinasti Achamenid Persia, Film: Pernikahan Esther dengan Raja Xerxes atau Kaisar Ahasveros di Persia). 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar