Jumat, 29 Januari 2016

Ismail Atau Ishak? (Bagian Pertama: Versi Islam)



'Wahai putraku! Aku melihat dalam mimpiku bahwa aku mempersembahkanmu dalam pengorbanan. Sekarang apa pendapatmu!' (Putranya) berkata 'Wahai ayahku! Lakukanlah sebagaimana engkau diperintahkan untuk melakukannya. Engkau akan mendapati aku, insya Allah termasuk orang-orang yang sabar! (QS. Al-Shaffat[37]:102).

Ahmad bin Hasan Qaththan meriwayatkan bahwa Ahmad bin Muhammad bin Sa'id Kufi telah meriwayatkan dari Ali bin Hasan bin Fadhdhal, dari ayahnya mengatakan, “Saya bertanya kepada Abul Hasan Ali Ridha bin Musa as tentang makna dari pernyataan Rasulullah saw, 'Aku adalah putra dari dua pengurbanan.'

Imam Ridha as bersabda. 'Itu bermakna bahwa Rasulullah saw adalah keturunan dari Ismail bin Ibrahim Khalilullah dan Abdullah bin Abdul Muthalib. Ismail adalah putra yang sabar yang Allah berikan berita gembira tentang kelahirannya kepada Ibrahim as.

Kemudian, ketika putranya itu telah mencapai usia mampu bekerja bersamanya, dia berkata, 'Wahai putraku! Aku melihat dalam mimpiku bahwa aku mempersembahkanmu dalam pengorbanan. Sekarang apa pendapatmu!' (Putranya) berkata 'Wahai ayahku! Lakukanlah sebagaimana engkau diperintahkan untuk melakukannya. Engkau akan mendapati aku, insya Allah termasuk orang-orang yang sabar! (QS. Al-Shaffat[37]:102)

Ketika dia memutuskan untuk mempersembahkannya sebagai kurban, Allah menggantikannya dengan seekor domba yang bagus. Domba ini telah dipelihara di area hijau segar, dan telah digembalakan di Taman Surga selama empat puluh tahun. Dia tidak memiliki induk. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berkata kepadanya, 'Jadi' dan dia pun tercipta untuk digantikan dengan Ismail, Kami hanya berkata 'Jadi' dan jadilah ia (QS. Al-Nahl[16]:40).

Apa pun yang dikorbankan di Mina hingga Hari Kiamat akan dikorbankan atas nama Ismail. Ini adalah salah satu dari 2 pengorbanan tersebut.

Adapun yang lainya adalah Abdul Muthalib. Ketika itu dia bergelantungan di pintu Ka`bah dan berdoa kepada Allah Azza wa jalla untuk diberikan sepuluh orang anak. Dia bernazar kepada Allah Azza wa jalla bahwa dia akan mempersembahkan (mengurbankan) salah seorang dari mereka sebagai kurban jika doanya dikabulkan.

Ketika jumlah dari anak-anaknya menjadi sepuluh, dia membawa mereka semua di dalam Ka`bah dan menarik undian-undian bagi nama-nama mereka. Undian tersebut jatuh pada nama Abdullah –ayahanda Nabi Muhammad saw-- yang beliau sangat cintai. Beliau menarik undian lagi, dan jatuh pada nama Abdullah. Maka beliau membawanya, menahannya dan memutuskan untuk mempersembahkannya sebagai kurban.

Semua orang dari suku Quraisy lain juga berkumpul bersama sambil menangis. Putri Abdul Muththalib yang bernama Atikah berkata, 'Wahai ayah! Mintalah kepada Allah Azza wa jalla untuk memaafkanmu dari mempersembahkan putramu sebagai kurban.' Abdul Muththalib berkata, 'Wahai putriku! Bagaimana aku bisa meminta ampun untuk ini? Engkau sudah dewasa dan cerdas.'

Atikah berkata, ' Batalkan undian-undian mengenai putramu, dan gantilah dengan unta-untamu yang berada di sekitar Ka`bah. Tambahkanlah jumlah unta sebanyak mungkin hingga Tuhanmu menjadi rida dan undian jatuh pada nama unta-unta.'

Maka Abdul Muththalib mengutus orang untuk mengambil unta-untanya. Mereka membawa unta-unta itu semuanya ke hadapan beliau. Beliau memilih sepuluh dan menarik undian-undiannya. Undian jatuh pada nama Abdullah. Beliau menambah sepuluh lagi dan menarik undian-undian lagi. Dan tetap jatuh pada nama Abdullah hingga sampai mencapai seratus unta.

Kemudian undian jatuh pada nama unta. Orang-orang Quraisy menjadi sangat bahagia dan mengucapkan 'Allahhu Akbar! dengan begitu keras hingga bukit bukit Tihamah bergetar.

CATATAN TAMBAHAN: 

"Jika Abdul Muthalib bukan merupakan hujjah Allah dan tekad beliau mengorbankan anaknya Abdullah berbeda dengan tekad Ibrahim as tentang putranya Ismail as, niscaya Rasulullah saw tidak akan bangga menisbatkan dirinya dengan kedua datuknya (Ibrahim dan Abdul Muthalib) dan beliau saw tidak akan mengatakan 'Aku adalah putra dua pengurbanan'. Alasan Allah mencegah Ismail dari dikorbankan merupakan alasan yang sama seperti Dia mencegah Abdullah dari dikorbankan.  

Dengan demikianlah sunnah (tradisi) mempersembahkan seorang anak laki-laki sebagai kurban tidak ada di antara manusia. Jika tidak, itu akan menjadi wajib bagi manusia untuk mempersembahkan putra-putra mereka sebagai kurban pada perayaan Idul Adha setiap tahun hingga Hari Kiamat untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa jalla. Segala sesuatu yang dikorbankan pada Idul Adha untuk mendekatkan diri pada Allah maka itu fidyah (kurban) untuk Ismail as. 

Lihat 'Uyun Al-Akhbar Ar-Ridha 'alayhis-salam Hadits 18-1 




1 komentar: